TRIBUNNEWS.COM - Rangkuman berita populer Tribunnews di kanal Internasional dapat disimak di sini.
Seorang pakar menyebut AS dan Israel kini memiliki musuh kuat, siapa?
Sementara itu, mayoritass warga Arab menolak normalisasi hubungan dengan Israel.
Soal ketegangan di Laut Merah, milisi Houthi izinkan kapal Rusia untuk melintas.
Selengkapnya, berikut berita populer internasional dalam 24 jam terakhir.
1. Pakar Sebut AS dan Israel Kini Hadapi Musuh Kuat dan Bisa Bikin Boncos, Siapa?
Baca juga: Houthi Serang Kapal Israel di Laut Merah: Rusia Ketiban Cuan, Barat Menderita
Robert Inlakesh, seorang pengamat politik di London, Inggris, menyebut Amerika Serikat (AS) dan Israel kini menghadapi lawan kuat di Timur Tengah.
Musuh kuat itu adalah kelompok Houthi di Yaman yang ikut campur dalam perang antara Israel dan Hamas.
Dalam tulisannya di Russian Today, (23/12/2023), Inlakesh mengatakan Houthi telah melancarkan rudal balistik dan rudal penjelajah ke arah Israel.
Kemudian, Houthi mencegah kapal-kapal Israel melewati Laut Merah dan mengumumkan adanya penutupan rute ke Pelabuhan Eilat.
Setelah Houthi menyita beberapa kapal dan menyerang kapal lain dengan pesawat nirawak, aktivitas di Eilat anjlok hingga 85 persen.
Dikutip dari Calcalis Tech, Direktur Jenderal Eilat, Gideon Golber mengatakan pihaknya akan meminta kompensasi dari pemerintah atas hilangnya sejumlah pendapatan.
2. Sebut Israel Sangat Lemah dan Bisa Dikalahkan, Mayoritas Warga Arab Tolak Normalisasi Hubungan
Baca juga: Kapal Dagang yang Berafiliasi dengan Israel Dihantam Drone di Laut Arab Dekat India
Survei terbaru menunjukkan mayoritas warga negara Arab Saudi menolak normalisasi hubungan antara negaranya dan Israel.
Survei itu dilakukan dari tanggal 14 November hingga 6 Desember 2023 oleh Institut Kebijakan Timur Dekat Washington.
Dalam survei itu ada 1.000 warga Arab Saudi yang menjadi responden. Ada sebanyak 96 persen dari mereka yang mengatakan menolak normalisasi hubungan.
Kemudian, turut didapati fakta bahwa dukungan warga Arab terhadap kelompok Hamas di Gaza makin meningkat.
Hanya ada 16 persen warga Arab yang meyakini Hamas harus menghentikan upayanya untuk melenyapkan Israel dan menerima solusi dua negara.
"Mayoritas warga Arab (95 persen) merespons bahwa Hamas pada kenyataannya tidak membunuh warga sipil ketika ditanya apakah mereka yakin bahwa pembunuhan warga sipil oleh Hamas bertentangan dengan Islam," demikian pernyataan hasil survei itu dikutip dari Palestine Chronicle.
Di samping itu, ada 87 persen responden yang meyakini peristiwa-peristiwa yang terjadi belakangan ini telah memperlihatkan bahwa Israel sangat lemah dan mengalami perpecahan internal.
Menurut mereka, Israel kelak akan bisa dikalahkan.
3. Pejabat Hizbullah Ungkap Peringatan Hamas untuk Tak Memulai Perang Habis-habisan dengan Israel
Baca juga: Roket Hizbullah Meradang, Tewaskan IDF Muda Usia 19 Tahun, Tentara Israel Lainnya Luka Parah
Hizbullah siap memerangi Israel di Lebanon hingga titik darah penghabisan.
Mereka siap tempur membantu Hamas yang sejak 7 Oktober lalu, berusaha bertahan dari gempuran Israel yang mengerikan di Gaza.
Setidaknya, upaya Hizbullah bisa sedikit mengganggu konsentrasi Israel dengan membuka front di perbatasan utara negara Zionis tersebut.
Tak lama setelah serangan Hamas 7 Oktober yang menewaskan 1.200 sipil Israel, Hizbullah rupanya sudah mendekati kelompok organisasi Islam berbasis di Gaza tersebut.
Nawaf al-Moussawi, anggota Syiah Hizbullah di parlemen Lebanon, menyebut kelompoknya menawarkan bantuan.
“Kami bertanya kepada saudara-saudara kami di Gaza, 'apa yang bisa kami lakukan?' Jika kita memulai perang habis-habisan di Lebanon, apakah ini akan menghentikan pertempuran di Gaza atau tidak?” kata al-Moussawi dalam wawancara yang disiarkan di Al-Manar TV, saluran resmi Hizbullah.
4. Milisi Houthi Beri Hak Istimewa untuk Putin, Kapal Tanker Rusia Bebas Melintas di Laut Merah
Baca juga: Kremlin Sebut Putin Tak Akan Beri Ucapan Tahun Baru bagi Negara yang Tak Bersahabat dengan Rusia
Gertakan dan serangan yang dilakukan Milisi Houthi pada kapal dagang asing yang melintas di kawasan Laut Merah, tampaknya tak berlaku untuk kapal tanker asal Rusia.
Justru di tengah gejolak panas Laut Merah, kapal asal negara pimpinan Vladimir Putin itu dibebaskan untuk melintas tanpa ada serangan satu pun. Perlakuan istimewa yang diberikan Houthi Yaman ini diungkap salah media lokal Rusia yang dilansir Hindustan Times.
Dalam keterangan tertulisnya, ia menjelaskan bahwa Milisi Houthi di bawah Gerakan Ansarullah Yaman telah mengizinkan kapal tanker Rusia untuk melakukan perjalanan di Laut Merah dan transit melalui Terusan Suez tanpa insiden saling serang.
“Kapal tanker berbendera Rusia yang mengangkut minyak untuk dikirim ke India melintas di Laut Merah tanpa ada serangan sedikitpun dari Milisi Houthi,” jelas laporan Hindustan Times.
Sementara itu banyak pihak menilai bahwa hak istimewa yang diberikan Houthi lantaran Presiden Rusia Vladimir Putin merupakan salah satu tokoh paling vokal dalam memberikan dukungan atas kemerdekaan Palestina.
Bahkan baru – baru ini Putin memberikan isyarat bahwa pihaknya tidak mengesampingkan kemungkinan Rusia memberikan uang dan senjata kepada kelompok militan Hamas.
Sikap tersebut yang disinyalir membuat Houthi luluh, hingga memberikan hak spesial agar kapal Israel bisa melakukan aktivitas di Laut Merah, sesuai dengan komitmen Houthi Yaman yang berjanji untuk tidak mengganggu arus perdagangan kapal dagang internasional yang tidak terafiliasi dengan Israel.
Berbanding terbalik dengan kapal Rusia, nasib kapal Amerika dan Inggris justru menjadi korban serangan rudal Houthi.
(Tribunnews.com)