TRIBUNNEWS.COM – Amerika Serikat (AS) meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) segera mengambil tindakan terhadap kelompok Houthi di Laut Merah.
Hal itu lantaran Houthi menyerang kapal-kapal yang terkait dengan Israel setelah perang Israel-Hamas meletus.
AS juga memperingatkan Iran yang menggelontorkan bantuan keuangan kepada Houthi.
Wakil Duta Besar AS untuk PBB, Christopher Lu, dalam rapat darurat DK PBB mengatakan Houthi telah melancarkan lebih dari 20 serangan sejak tanggal 19 November 2023.
Houthi mengaku melancarkan serangan yang bertujuan untuk mengakhiri agresi Israel ke Gaza.
Pada hari Rabu, (3/1/2023), Houthi juga mengumumkan bahwa mereka menargetkan kapal baru.
Menurut Sekretaris Jenderal Organisasi Maritim Internasional, Arsenio Dominguez, gara-gara serangan Houthi, sudah ada sekitar 18 perusahaan ekspedisi pengiriman yang mengubah jalur.
Kapal-kapal perusahaan itu menghindari jalur Laut Merah dan memilih mengitari Afrika agar tidak diserang Houthi.
Namun, perubahan jalur itu membuat waktu tempuh perjalan menjadi lebih lama hingga 10 hari. Hal itu berdampak negatif terhadap perdagangan dunia dan menaikkan tarif pengiriman.
Baca juga: Ahli: Serangan Houthi di Laut Merah Melonjak hingga 500 Persen, Picu Krisis Pelayaran Global
Kepada DK PBB, Lu menegaskan bahwa Houthi mampu melancarkan serangan lantaran kelompok itu mendapatkan bantuan uang dan senjata canggih dari Iran.
Senjata itu di antaranya pesawat nirawak, rudal penjelajah, dan rudal balistik. Menurut Lu, bantuan Iran itu telah melanggar kebijakan sanksi yang dikeluarkan PBB.
“Kami juga tahu bahwa Iran terlibat erat dalam rencana serangan terhadap kapal dagang di Laut Merah,” ujar Lu dikutip dari Naharnet.
Lu mengklaim AS tidak ingin bermusuhan dengan Iran, tetapi Iran malah memilih hal itu.
Adapun setelah Angkatan Laut AS menenggelamkan tiga kapal Houthi pada hari Minggu, Gedung Putih tidak mengungkapkan langkah lain yang tengah dipertimbangkan pemerintah AS.
Kepada ABC, John Kirby yang menjadi Juru Bicara Gedung Putih mengatakan AS telah menegaskan bahwa ancaman Houthi akan ditangani secara serius.
Baca juga: Bantah Angkatan Laut AS di Laut Merah Diserang Rudal Jelajah, Pentagon: Houthi Lagi Anteng
Sementara itu, Lu menyebut serangan Houthi memunculkan dampak sangat buruk bagi keamanan di lautan, ekspedisi pengiriman internasional, dan perdagangan.
Kepada DK PBB, Lu berujar saat ini adalah waktu untuk menegakkan hukum internasional dan kebebasan pelayaran.
AS dilaporkan sudah mengedarkan draf resolusi kepada para anggota DK PBB setelah rapat terbuka.
Di dalamnya terdapat kecaman terhadap serangan Houthi dan pengakuan terhadap hak setiap negara untuk mempertahankan kapal masing-masing sesuai dengan hukum internasional.
Draf itu turut mengecam pengiriman senjata kepada Houthi karena melanggar resolusi PBB lainnya.
Namun, draf itu tidak menyebutkan Iran sebagai pihak yang memasok senjata kepada Houthi.
Baca juga: Takut Diamuk Houthi, Jerman Tarik Mundur Kapal Dagangnya dari Laut Merah
Di dalam draf itu juga terdapat seruan kepada semua negara untuk menerapkan embargo senjata kepada Houthi,
Selain itu, draf tersebut juga menegaskan pentingnya untuk menghindari eskalasi lebih lanjut di Laut Merah.
Dalam rapat DK PBB hari Rabu, hampir semua anggota badan PBB itu mengecam serangan Houthi.
Banyak anggota DK PBB yang juga meminta Houthi untuk melepaskan kapal Galaxy Leader yang disita tanggal 19 November lalu.
Kapal itu adalah kapal kargo yang dioperasikan oleh Jepang dan punya kaitan dengan sebuah perusahaan asal Israel.
Baca juga: Warga Rusia Desak Vladimir Putin Bantu Houthi Balas Serangan Kapal Perang Inggris di Laut Merah
Sebuah pernyataan bersama telah dikeluarkan oleh AS, Australia, Bahrain, Belgia, Kanada, Denmark, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Selandia Baru, dan Inggris yang berisi permintaan agar Houthi menghentikan serangan.
Pernyataan itu juga memuat ancaman bahwa serangan Houthi selanjutkan akan ditindak secara besama-sama.
“Houthi akan memikul tanggung jawab atas dampaknya jika mereka terus mengancam nyawa orang, ekonomi global, dan arus perdagangan bebas di perairan penting di kawasan itu,” demikian pernyataan 12 negara.
(Tribunnews/Febri)