TRIBUNNEWS.COM -- Rusia dituding telah mengerahkan rudal buatan Korea Utara ke palagan di Ukraina.
Conflict Armament Research, sebuah organisasi yang mendokumentasikan senjata yang digunakan dalam perang Rusia di Ukraina, menganalisa dan berkesimpulan bahwa rudal yang ditembakkan Rusia buatan Pyongyang.
Tiga serangan rudal buatan Korea Utara menargetkan posisi militer Ukraina di Kiev pada awal Januari 2024,
Baca juga: Inggris Kirim Foto ke PBB, Diduga Korea Utara Suplai Roket Balistik ke Rusia untuk Invasi ke Ukraina
Mereka yakin bahwa akan lebih banyak lagi rudal yang digunakan di medan perang selama akhir pekan.
"Bukan hanya senjata tua, Korea Utara memiliki kepentingan untuk memasok Rusia dengan rudal-rudal baru mereka," ujar analis tersebut dikutip dari The New York Times, Selasa (23/1/2024).
Meskipun menurut pejabat tersebut peluru-peluru itu merupakan senjata jadul (jaman dulu), namun tetap bisa 'melayani' tentara Ukraina yang sudah mulai 'miskin' amunisi.
Artileri Kiev kini kian menipis, pasokan senjata dari negara-negara NATO kini kian seret. Para pendukung negara pimpinan Volodymyr Zelensky ini juga mulai kehabisan artileri. Sehingga memberikan amunisi pada pasukannya dengan jatah yang sangat terbatas.
Analis itu juga memperkirakan saat ini rudal yang dikirim dari Pyongyang masih kurang dari 50 pucuk. "Tetapi mungkin saja akan dikirim dalam jumlah lebih besar lagi," tegas pejabat yang tak disebutkan namanya itu.
Ia juga mengingatkan bahwa senjata bikinan anak buah Kim Jong Un tersebut sangat terbukti keakuratannya saat menyerang. Seakurat artileri buatan Rusia.
Baca juga: Ukraina Serang Pasar di Donetsk, 25 Warga Tewas, PBB Langsung Beri Pernyataan
Dijelaskan, pada awal-awal perang, Ukraina memuntahkan sebanyak 7.000 peluru artileri per hari, sedangkan Rusia hanya menembakkan 5.000 peluru dan Rusia berhasil menguasai sejumlah wilayah di Ukraina.
Saat ini, Ukraina menembakkan 2.000 peluru pun sangat kesulitan, sementara dengan adanya bantuan Korut, Rusia mampu menembakkan sebanyak 10.000 per hari.
Uji Coba Untuk Perang Korut?
Yang lebih mengkhawatirkan adalah bahwa langkah-langkah Kim Jong Un mengirim senjata ke Rusia bukan sekadar membantu Rusia menginvasi Ukraina.
Analis tersebut mengkhawatirkan selain membantu Rusia, Korea Utara juga melakukan uji coba seberapa jauh efektifitas peluru-peluru buatan Pyongyang,
"Ini cara untuk melihat bagaimana persenjataan rudal baru mereka, yang dirancang untuk konflik dengan Korea Selatan dan Amerika Serikat, mampu melawan pertahanan udara rancangan Barat," jelasnya.
Takut Timbun Senjata dan Parkir Pesawat
Sementara militer Ukraina pun disebut khawatir terhadap superioritas Rusia. Mereka tak berani menimbun senjata dan amunisi banyak-banyak, karena akan diketahui oleh musuh dan dihancurkan.
Juru bicara angkatan udara Kiev, Yury Ignat mengatakan, Rusia secara efektif mampu mengidentifikasi dan menyerang lokasi-lokasi senjata.
Bahkan jet tempur F-16 buatan AS pun bisa menjadi “target yang baik” bagi Moskow jika dipasok ke Ukraina.
Kiev semakin mengeluhkan kurangnya pasokan amunisi dari Barat dalam beberapa bulan terakhir.
Namun, ketika berbicara kepada media lokal Focus pada hari Sabtu, Ignat menyatakan bahwa militer Ukraina tidak akan dapat menimbun amunisi dalam jumlah besar, karena ancaman akan segera dihancurkan oleh Rusia.
“Kami tidak bisa membawa rudal dalam jumlah besar,” kata Ignat, mengomentari persediaan sistem pertahanan udara. “Kita harus menyimpannya di suatu tempat dan musuh akan mengetahuinya cepat atau lambat.”
Juru bicara angkatan udara juga mengakui bahwa “tidak masuk akal untuk menempatkan seluruh depot amunisi di Ukraina” karena intelijen Rusia efektif dalam mengidentifikasi lokasi-lokasi tersebut.
Hal ini juga berlaku untuk jet tempur F-16, katanya sambil bertanya: “Apakah mereka akan tiba di sini dan menjadi sasaran yang baik bagi musuh?”
Dikutip oleh Russia Today, negara-negara Barat mengumumkan pembentukan koalisi untuk membantu Ukraina membeli jet tempur F-16 dan melatih pilot untuk menerbangkan pesawat tempur tersebut tahun lalu, dan pengiriman pertama diperkirakan akan dilakukan pada tahun 2024.
Menteri Pertahanan Kiev, Rustem Umerov, menyatakan awal bulan ini bahwa militer negaranya menghadapi kekurangan amunisi yang “sangat nyata”. Di tempat lain, media Barat seperti Washington Post, El Pais, dan Die Welt menggambarkan kekurangan amunisi yang parah bagi pasukan Ukraina di garis depan.
Pada pertengahan Januari, Presiden Ukraina Vladimir Zelensky menyatakan bahwa dunia tidak memproduksi cukup senjata untuk memenuhi kebutuhan Kiev. Pernyataan tersebut menggemakan komentar Menteri Industri Strategis Ukraina, Aleksandr Kamyshin, yang pada bulan Oktober mengklaim bahwa seluruh produksi senjata global “tidak cukup” untuk negaranya.