Hamas Cs Setuju Klausul Proposal Gencatan Senjata, Siapa yang Bisa Jamin Israel Tak Ingkar?
TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah pejabat tinggi di faksi Perlawanan Palestina menyampaikan hasil rembuk mereka terhadap proposal gencatan senjata terbaru yang dikenal dengan nama 'Dokumen Paris', Selasa (6/2/2024) malam.
Pada dasarnya, para faksi milisi menyatakan proposal gencatan senjata itu sejalan dengan 'prinsip-prinsip' perjuangan para faksi perlawanan terhadap tentara pendudukan Israel.
Wakil Sekretaris Jenderal Jihad Islam Palestina (PIJ), Mohammad al-Hindi, mengatakan kepada Al Mayadeen kalau prinsip-prinsip dasar itu termasuk “penghentian agresi [Israel], penarikan diri dari [Jalur Gaza], dan rekonstruksi [Jalur Gaza],” jelas al-Hindi.
Baca juga: Hamas Cs Rembuk di Gaza: Kartu AS di Tangan, No Deal dengan Israel Kalau Hal Ini Tidak Terjadi
“Tanggapan kami terhadap perjanjian kerangka kerja ini selaras dengan prinsip-prinsip kami dengan sedikit perubahan dalam kata-katanya,” kata dia.
Al-Hindi mengatakan pertemuan para pejabat tinggi Mesir, Qatar, Amerika, dan Perancis (para mediator gencatan senjata) di Paris “bertujuan untuk membahas masalah tahanan dan ketegangan regional.”
Hal ini berujung pada perumusan Dokumen Paris, yang menawarkan gencatan senjata berbatas waktu. Jika terlaksana, akan ada kesepakatan pertukaran tahanan antara Israel dan milisi Perlawanan Palestina.
Namun, al-Hindi mengatakan kalau , dalam tanggapannya, Perlawanan mengambil kesempatan untuk "memperkenalkan prinsip-prinsip dasar yang dianutnya ke dalam [Dokumen] Paris."
Siapa yang Bakal Jamin Israel Tak Melanggar?
Mengenai pertanyaan pihak mana yang akan menjamin kalau klausul tersebut tidak dilanggar oleh Israel, al-Hindi menekankan kalau kekuatan faksi Perlawanan adalah penjamin sebenarnya dari kesepakatan tersebut, bukan mediatornya.
Namun, ia mengakui peran yang dapat dimainkan oleh beberapa negara dan organisasi, yaitu “Turki, Qatar, Mesir, Rusia, dan PBB” atas terjadinya upaya gencatan senjata terbaru ini.
Ia menekankan, Amerika Serikat (AS) tidak dapat memainkan peran sebagai penjamin bahwa Israel tidak akan melanggar isi perjanjian gencatan senjata.
“Amerika benar-benar bias terhadap Israel… apa yang kita lihat dengan mata kepala sendiri adalah partisipasi mereka dalam agresi dan mencegah bantuan memasuki Gaza,” kata pejabat itu.
Tidak Ada yang Bisa Mendikte Urusan Gaza Pasca-Perang
Faksi-faksi perlawanan Palestina, bagaimanapun, meminta PBB menjadi penjamin pertama kalau Israel tidak akan melanggar isi klausul gencatan senjata.
"Kami meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menjadi penjamin tahap pertama perjanjian mengenai [pembentukan perumahan (tempat penampungan) bagi para pengungsi,” kata al-Hindi.
Dia menambahkan, faksi Perlawanan Palestina juga memperkenalkan beberapa klausul pada dokumen tersebut yang tidak bertentangan. prinsip inti yang mendasarinya.
Tidak dijelaskan apa saja yang ditambahkan oleh pihak milisi perlawanan dalam proposal tersebut.
Wakil Sekretaris Jenderal PIJ mewanti-wanti, akan terjadi "eskalasi terus-menerus" di medan perang, yang menargetkan Israel, jika tentara pendudukan IDF melanggar perjanjian.
Mengulangi pendirian tegas faksi-faksi Perlawanan Palestina mengenai pengaturan urusan sipil di Jalur Gaza, al-Hindi mengatakan, "Tidak ada seorang pun yang dapat mendikte kami bagaimana keadaan setelah perang nanti,".
"Kami teguh pada pendirian kami. posisi dasar menghentikan agresi, penarikan diri, pertolongan, rekonstruksi, dan pencabutan pengepungan, dan kami menunggu tanggapan musuh (Israel),” kata dia.
Al-Hindi juga menunjuk pada efektivitas dukungan Hizbullah dan Yaman terhadap rakyat Palestina dan perlawanan mereka.
Ia mengatakan Amerika Serikat terkena dampak ketegangan regional, terutama akibat operasi Ansar Allah dan Hizbullah.
Ataya: Hamas Mengoordinasikan Tanggapan dengan PIJ
Sementara itu, Anggota Biro Politik PIJ, Ihsan Ataya membenarkan, tanggapan yang disampaikan Hamas kepada mediator terjadi setelah Hamas berkoordinasi dengan PIJ.
Melalui panggilan telepon, Ataya mengatakan kalau apa yang dikatakan Perdana Menteri Qatar sebagai tanggapan “positif” adalah fakta bahwa Perlawanan tidak menolak Dokumen Paris dan melakukan modifikasi terhadapnya.
Ataya mengatakan jika diterapkan, klausul tanggapan tersebut akan mengarah pada gencatan senjata dan penghentian agresi Israel di Jalur Gaza.
Hal ini juga mencakup penarikan militer Israel dari wilayah tersebut, pembukaan semua penyeberangan ke Jalur Gaza, pengiriman unit perumahan siap pakai ke Jalur Gaza, dan rekonstruksi Jalur Gaza dengan jaminan.
“Amerika Serikat dan entitas pendudukan telah menyadari bahwa tidak ada yang bisa berubah secara politik di Gaza,” kata Ataya, seraya menambahkan bahwa mereka saat ini bekerja di bawah jam kerja (tenggat waktu).
Isi Klausul di Proposal Gencatan Senjata
Setelah Hamas Cs menyampaikan tanggapannya, beserta tambahan di klausul, pihak mediator kini akan meminta tanggapan dari pihak Israel.
Lalu apa isi klausul dalam proposal gencatan senjata terbaru yang sudah mendapat tanggapan Hamas tersebut?
Berikut ringkasan usulannya:
Menurut usulan tandingan tersebut, semua sandera perempuan Israel, laki-laki di bawah 19 tahun, orang tua dan orang sakit akan dibebaskan selama fase 45 hari pertama sebagai imbalan atas pembebasan perempuan dan anak-anak Palestina dari penjara Israel.
- Sandera laki-laki yang tersisa akan dibebaskan pada tahap kedua, dan jenazah mereka yang terbunuh dalam pertempuran dipertukarkan pada tahap ketiga.
- Pada akhir fase ketiga, Hamas berharap kedua pihak telah mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang.
- Hamas mengatakan dalam tambahan proposalnya bahwa mereka menginginkan pembebasan 1.500 tahanan, sepertiga di antaranya akan dipilih dari daftar warga Palestina yang dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Israel.
- Gencatan senjata juga akan meningkatkan aliran makanan dan bantuan lainnya ke Gaza.
Sebagai tambahan, Hamas Cs juga meminta penghentian agresi Israel secara penuh, penarikan diri pasukan IDF dari Jalur Gaza, dan rekonstruksi Jalur Gaza.
(oln/*aja/almydn)