TRIBUNNEWS.COM - Israel berniat melancarkan serangan balasan terhadap Iran, buntut serangan ratusan rudal yang diluncurkan Iran dan proksi-proksinya pada Minggu (14/4/2024) dini hari waktu setempat.
Sebagai informasi, serangan Iran itu sebenarnya juga merupakan serangan balasan atas serangan Israel terhadap gedung konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April lalu.
Dilaporkan Sky News, Kabinet Perang Israel menginginkan serangan balasan.
Tetapi para anggotanya berbeda pendapat tentang kapan dan seberapa besar serangan balasan dilakukan.
Namun jika benar Israel akan menyerang Iran lagi, bagaimana Iran akan mempertahankan negaranya?
Perlu diketahui, jarak antara wilayah pendudukan Israel dan Iran tidaklah dekat.
Jarak terdekat antara Iran dan Israel adalah sekitar 1.000 km, itu pun melewati tiga negara yakni Irak, Suriah, dan Yordania.
Iran memiliki sejumlah persenjataan canggih.
Tetapi yang terbaru adalah sistem rudal anti-balistik Arman dan sistem pertahanan udara ketinggian rendah Azarakhsh.
Arman dan Azarakhsh diperkenalkan pada pertengahan Februari lalu, lapor IRNA.
Upacara peresmian dua sistem itu berlangsung di hadapan Menteri Pertahanan Iran Brigadir Jenderal Mohammad Reza Ashtiani.
Baca juga: Sosok Panglima Israel Herzi Halevi, Berencana Mengundurkan Diri Akhir Tahun Ini
“Dengan masuknya sistem baru ke dalam jaringan pertahanan negara, maka kemampuan pertahanan udara Republik Islam Iran akan meningkat secara signifikan,” tulis IRNA.
Dikatakan bahwa sistem rudal Arman dapat secara bersamaan menghadapi enam sasaran pada jarak 120 hingga 180 km.
Sedangkan sistem rudal Azarakhsh dapat mengidentifikasi dan menghancurkan sasaran hingga jarak 50 km dengan empat sasaran rudal siap tembak.
Sebelumnya pada bulan Juni, Iran memperkenalkan rudal balistik hipersonik pertama buatan dalam negeri, bernama Fattah, dengan jangkauan 1.400 km.
Kekuatan militer Iran
Mengutip Indian Express, para analis mengatakan militer Iran memiliki lebih dari 500.000 anggota aktif.
Sebanyak 200.000 personel cadangan lainnya dibagi di antara tentara reguler dan Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC), menurut analisis dari The New York Times.
IRGC dibentuk setelah Revolusi Islam Iran pada tahun 1979, ketika mahasiswa Muslim memimpin gerakan untuk menggulingkan dinasti Pahlavi yang didukung AS.
IRGC memiliki sayap darat, angkatan laut, dan udara, yang bertugas menjaga keamanan internal dan perbatasan, penegakan hukum, dan perlindungan rudal Iran.
IRGC selanjutnya mengendalikan milisi Basij, pasukan paramiliter semi-pemerintah yang diperkirakan memiliki hingga satu juta anggota aktif.
Pasukan elit Quds atau Korps Quds adalah sayap paramiliter dan intelijen IRGC, yang melapor langsung kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
Kalompok itu bertugas mengoordinasikan tindakan dengan berbagai kelompok proksi yang didukung Iran di luar negeri.
Komandan senior Pasukan Quds tewas dalam serangan udara Israel tanggal 1 April di konsulat Iran di Damaskus.
Kemampuan drone dan rudal Iran
Afshon Ostovar, seorang profesor urusan keamanan nasional di Sekolah Pascasarjana Angkatan Laut AS, mengatakan kepada The NYT bahwa Iran memiliki salah satu gudang rudal balistik dan drone terbesar di Timur Tengah.
"Persenjataan itu termasuk rudal jelajah dan rudal anti-kapal, serta rudal balistik dengan jangkauan hingga 2.000 kilometer."
"Senjata-senjata ini mempunyai kapasitas dan jangkauan untuk mencapai sasaran apa pun di Timur Tengah, termasuk Israel,” kata laporan itu.
Baca juga: INFOGRAFIS: Ratusan Drone Canggih Iran Terbang Lewati 2 Negara
Selain itu, Iran adalah produsen utama drone, menurut laporan Reuters.
“Pada bulan Agustus, mereka telah membangun drone buatan sendiri yang canggih bernama Mohajer-10 dengan jangkauan operasional 2.000 km dan mampu terbang hingga 24 jam dengan muatan hingga 300 kg,” tambah laporan tersebut.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)