TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terkejut karena pemerintah Amerika Serikat (AS) tidak mendukung penerapan sanksi terhadap Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang berusaha mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadapnya.
"Netanyahu terkejut dan kecewa bahwa pemerintahan Biden mungkin menentang penerapan sanksi terhadap Pengadilan Kriminal Internasional, sebagai tanggapan atas rencana mengeluarkan surat penangkapan para pemimpin Israel," lapor Channel 13, mengutip pernyataan Netanyahu dalam wawancara dalam program Morgan Ortagus Show.
Dalam wawancara itu, Netanyahu awalnya yakin AS akan menggagalkan rencana ICC.
“Amerika Serikat mengumumkan bahwa mereka akan mendukung proposal untuk menjatuhkan sanksi,” kata Netanyahu kepada Morgan Ortagus, mantan juru bicara Kementerian Luar Negeri AS pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump.
"Saya pikir ini masih merupakan posisi Amerika, karena ada konsensus bipartisan mengenai masalah ini beberapa hari yang lalu...dan sekarang ada tanda tanya mengenai masalah ini, dan sejujurnya saya terkejut dan kecewa," lanjutnya.
Perdana Menteri Israel itu juga membela diri terhadap tuduhan yang ditujukan kepadanya mengenai pencegahan masuknya bantuan ke Gaza dan tentara Israel yang menargetkan warga sipil di Jalur Gaza.
Sebelumnya, Jaksa ICC, Karim Khan mengajukan permintaan untuk menerbitkan surat perintah penangkapan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu; Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant; pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar; Komandan Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas), Mohammad Deif; dan Kepala Biro Politik Hamas di Qatar, Ismail Haniyeh.
AS Tolak Jatuhi Sanksi ke ICC
Pada Rabu (29/5/2024), Gedung Putih mengumumkan tidak akan mendukung upaya Partai Republik di Kongres AS untuk menjatuhkan sanksi terhadap ICC.
Posisi ini bertentangan dengan pengumuman Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pekan lalu yang menggambarkan keputusan ICC untuk menangkap para pemimpin Israel adalah salah dan menegaskan AS akan bertindak tegas terhadap upaya ICC tersebut.
Namun, baru-baru ini diketahui Gedung Putih menolak keinginan Partai Republik untuk menjatuhkan sanksi kepada pejabat-pejabat ICC yang terlibat dalam upaya itu.
Baca juga: Gedung Putih Tolak Usulan Kongres untuk Jatuhkan Sanksi Terhadap ICC: Bukan Jawaban yang Tepat
Jumlah Korban
Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 36.224 jiwa dan 81.777 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Jumat (31/5/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, seperti dilaporkan Anadolu.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023).
Israel memperkirakan, kurang lebih ada 136 sandera yang masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
Sementara itu, lebih dari 8.000 warga Palestina yang masih berada di penjara-penjara Israel, menurut laporan The Guardian pada Desember 2023 lalu.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel