TRIBUNNEWS.COM - Pekan ini, Korea Utara menerbangkan ratusan balon berisi sampah dan kotoran ke wilayah Korea Selatan.
Adik perempuan Kim Jong Un mengonfirmasi hal tersebut, Rabu (29/5/2024).
Kim Yo Jong (36) berkata balon-balon itu dikerahkan untuk mengatasi ancaman di negaranya.
Baru-baru ini, aktivis Korea Selatan yang merupakan pembelot Korea Utara, menyebarkan pamflet propaganda anti-Korea Utara ke wilayah Korea Utara dengan menggunakan balon juga.
Mengutip Associated Press, berikut sejumlah hal yang perlu diketahui mengenai balon sampah tersebut.
Apa yang terjadi?
Sejak Selasa (28/5/2024) malam, sekitar 260 balon yang diterbangkan dari Korea Utara, mendarat di beberapa titik di Korea Selatan.
Sebenarnya tidak ada bahaya nyata yang ditimbulkan.
Pihak militer mengatakan penyelidikan awal menunjukkan bahwa sampah yang diikatkan pada balon itu tidak mengandung zat berbahaya seperti bahan kimia, biologi, atau radioaktif.
Selain itu, belum ada laporan kerusakan di Korea Selatan.
Pada tahun 2016, balon Korea Utara yang membawa sampah, CD, dan selebaran propaganda menyebabkan kerusakan pada mobil dan properti lainnya di Korea Selatan.
Pada tahun 2017, Korea Selatan kembali menemukan balon yang diduga milik Korea Utara dan berisi selebaran.
Baca juga: Kim Jong Un Dituduh Kirim 150 Balon Sampah dari Korea Utara ke Korea Selatan
Minggu ini, tidak ada selebaran yang ditemukan dari balon Korea Utara, hanya sampah.
Menerbangkan balon dengan selebaran propaganda dan barang-barang lainnya adalah salah satu jenis perang psikologis paling umum yang dilancarkan kedua Korea selama Perang Dingin, menurut ahli.
Bentuk lain dari pertarungan psikologis di Korea termasuk menggunakan pengeras suara yang menggelegar, memasang papan reklame dan papan tanda elektronik raksasa di garis depan, serta siaran radio propaganda.
Dalam beberapa tahun terakhir, kedua Korea telah sepakat untuk menghentikan kegiatan-kegiatan seperti itu tetapi kadang-kadang melanjutkannya lagi ketika ketegangan meningkat.
Apa tujuan Korea Utara?
Peluncuran balon yang dilakukan Korea Utara adalah bagian dari serangkaian langkah provokatif baru-baru ini, termasuk peluncuran satelit mata-mata dan uji coba penembakan 10 rudal jarak pendek pada minggu ini.
Para ahli mengatakan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, kemungkinan akan semakin meningkatkan ketegangan menjelang pemilu AS.
Korea Utara kemungkinan mencoba membantu mantan Presiden Donald Trump kembali ke Gedung Putih dan menghidupkan kembali diplomasi tingkat tinggi di antara mereka.
“Peluncuran balon bukanlah tindakan yang lemah sama sekali. Ini seperti Korea Utara yang mengirimkan pesan bahwa di lain waktu, mereka dapat mengirim balon yang membawa bubuk senjata biologi dan kimia,” kata Kim Taewoo, mantan presiden Institut Unifikasi Nasional yang didanai pemerintah Korea Selatan.
Koh Yu-hwan, seorang profesor emeritus di Universitas Dongguk di Seoul, mengatakan bahwa Korea Utara kemungkinan besar menganggap bahwa kampanye balon tersebut adalah cara yang lebih efektif untuk memaksa pemerintahan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol untuk menekan penyebaran selebaran oleh warga sipil di Korea Selatan.
“Intinya membuat masyarakat Korea Selatan tidak nyaman, dan membangun suara publik bahwa kebijakan pemerintah terhadap Korea Utara salah,” kata Koh.
Korea Utara sangat sensitif terhadap selebaran yang kadang-kadang disebarkan oleh aktivis Korea Selatan.
Karena selebaran tersebut membawa informasi tentang dunia luar dan kritik terhadap pemerintahan otoriter dinasti Kim Jong Un.
Sebagian besar dari 26 juta penduduk Korea Utara hanya memiliki sedikit akses terhadap berita asing.
Pada tahun 2020, Korea Utara meledakkan kantor penghubung kosong yang dibangun Korea Selatan di wilayahnya sebagai protes atas kampanye selebaran warga sipil Korea Selatan.
Baca juga: Pagi-pagi Korea Utara Tembakkan 10 Rudal Balistik Jarak Pendek
Korea Utara adalah salah satu negara paling tertutup di dunia.
Para ahli sangat antusias mengumpulkan informasi yang didapatkan secara terpisah-pisah yang berasal dari negara tersebut.
Namun Koh mengatakan bahwa tidak banyak informasi berarti yang dapat diperoleh dari sampah-sampah yang diterbangkan Korea Utara itu, karena Korea Utara tidak mungkin memasukkan barang-barang penting ke dalam balon.
Jika kotoran yang dimasukkan dalam balon merupakan kotoran hewan, maka pemeriksaannya dapat menunjukkan pakan apa yang diberikan kepada ternak di Korea Utara.
Sampah-sampah lainnya juga dapat memberikan gambaran sekilas tentang produk apa yang digunakan di Korea Utara.
Namun para pengamat mengatakan para ahli bisa mendapatkan informasi tersebut dengan lebih mudah dari para pembelot Korea Utara.
Mereka juga bisa mendapatkan informasi dari kontak mereka di Korea Utara dan kota-kota perbatasan Tiongkok, serta publikasi negara Korea Utara.
Apa implikasi kampanye balon sampah ini bagi Semenanjung Korea?
Kampanye balon udara sambaph yang dilakukan Korea Utara dapat memperdalam seruan publik di Korea Selatan untuk menghentikan penyebaran pamflet anti-Korea Utara guna menghindari bentrokan yang tidak perlu.
Namun tidak jelas apakah atau seberapa agresif kah pemerintah Korea Selatan dapat mendesak kelompok sipil untuk menahan diri mengirimkan balon ke Korea Utara.
Pada tahun 2023, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan membatalkan undang-undang kontroversial yang mengkriminalisasi pengiriman selebaran propaganda anti-Pyongyang.
Pengadilan tersebut menyebutnya sebagai pembatasan berlebihan terhadap kebebasan berpendapat.
“Dari sudut pandang Pyongyang, ini adalah tindakan balasan dan bahkan tindakan yang terkendali untuk membuat Seoul menghentikan pengiriman selebaran anti-rezim Kim Jong Un ke utara,” kata Leif-Eric Easley, seorang profesor di Universitas Ewha di Seoul.
"Namun, akan sulit bagi Korea Selatan yang demokratis untuk mematuhinya, mengingat perselisihan hukum yang sedang berlangsung mengenai kebebasan warga negara dan LSM untuk mengirimkan informasi ke Korea Utara."
“Bahaya langsung dari eskalasi militer tidaklah besar."
"Tetapi perkembangan terkini menunjukkan betapa sensitif dan berpotensi rentannya rezim Kim Jong Un terhadap operasi informasi.”
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)