Penghitungan suara yang hampir rampung pada hari Selasa (04/06), menunjukkan koalisi partai yang mengusung Perdana Menteri Narendra Modi berhasil unggul.
Namun, kemenangan itu sedikit terganjal lantaran perolehan suara untuk koalisi partai bernama Aliansi Demokratik Nasional (NDA) yang dipimpin oleh Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa itu, tidak sesuai dengan yang diharapkan, dan dinilai sebagai sebuah kemunduran mengejutkan bagi Modi.
Tidak seperti dua pemilu terakhir, BJP saat ini membutuhkan mitra koalisi untuk melewati angka mayoritas 272 di majelis rendah parlemen yang terdiri dari 543 kursi.
Modi sebelumnya telah menetapkan target lebih dari 400 kursi untuk NDA. Tapi nyatanya aliansi ini hanya memperoleh sekitar 290 kursi, demikian menurut data Komisi Pemilihan Umum. Hasil akhir pemilu diperkirakan akan keluar pada hari Selasa (04/06) atau Rabu (05/06).
Meski begitu, Modi tetap menyebut kemenangan koalisi partainya sebagai sebuah prestasi bersejarah.
"Orang-orang telah menaruh kepercayaan mereka pada NDA (Aliansi Demokratik Nasional) untuk ketiga kalinya secara berturut-turut,” tulis Modi di platform media sosial X, yang sebelumnya bernama Twitter. "Ini adalah sebuah prestasi bersejarah dalam sejarah India.”
Oposisi optimis
Perolehan suara oleh NDA ini berarti bahwa Modi harus bersandar lebih pada sekutunya, seperti Chandrababu Naidu dari Partai Telugu Desam dan Nitish Kumar dari Partai Janata Dal (United), untuk mendapat dukungan sebagai perdana menteri. Keduanya telah mengatakan akan mendukung Modi.
Tetapi, para pendukung partai oposisi utama yaitu Partai Kongres Nasional India, tampak optimis meskipun partai ini kalah pemilu.
Mereka meneriakkan slogan-slogan yang memuji Rahul Gandhi, salah satu tokoh Partai kongres yang paling terkemuka. Rahul Gandhi merupakan keturunan dari Dinasti Nehru-Gandhi yang memainkan peran dominan dalam politik India selama beberapa generasi.
Saat berbicara pada sebuah konferensi pers dengan Presiden Partai Kongres Mallikarjun Kharge, Gandhi mengatakan bahwa ia melihat angka-angka ini sebagai sebuah pesan dari rakyat.
"Orang-orang termiskin di negara ini telah mempertahankan konstitusi India,” katanya.
Partai Kongres juga mengatakan bahwa pemilihan ini telah menjadi sebuah "kekalahan moral dan politik” bagi Modi.
"Ini adalah kemenangan publik dan kemenangan bagi demokrasi,” kata Kharge kepada para wartawan.
Pukulan telak di negara bagian terpadat di India
Partai BJP gagal mengantongi suara mayoritas di negara bagian terpadat India, Uttar Pradesh, yang idealnya mampu meloloskan 80 anggota parlemen. BJP memimpin dengan 33 kursi di negara bagian ini, turun dari 62 kursi yang dimenangkannya pada tahun 2019.
BJP banyak mengkampanyekan ekspansi ekonomi India yang cepat dan pertumbuhannya di kancah internasional, serta mencoba untuk menarik perhatian mayoritas Hindu.
Tetapi, para analis mengatakan bahwa isu-isu seperti krisis pengangguran lah yang menjadi perhatian utama masyarakat.
Sebuah kuil megah untuk raja dewa Hindu, Dewa Ram, yang diresmikan Modi pada bulan Januari lalu juga tampaknya tidak berhasil mendongkrak peluang BJP seperti yang diharapkan, kata mereka.
"BJP kehilangan 30 kursi, termasuk kursi di mana Kuil Ram berada. Ini merupakan sinyal kuat bahwa politik komunal mungkin telah mencapai batasnya, meskipun terlalu dini untuk mengatakan bahwa politik komunal telah sepenuhnya ditolak,” kata Halim Khan, seorang aktivis sosial dari kota Bandah di Uttar Pradesh, kepada DW.
Sebuah kemunduran pribadi bagi Modi
Zoya Hasan, seorang ilmuwan politik, mengatakan kepada DW bahwa kinerja oposisi "luar biasa baik.”
"Hal terburuk telah dihindari dan demokrasi serta konstitusi India akan bertahan. Gagasan tentang India akan bangkit kembali. Ini merupakan pemilihan yang tidak setara dan tidak adil dengan cengkeraman penuh BJP atas uang, media, dan institusi,” katanya.
Hasan menambahkan bahwa hasil pemilu ini merupakan penolakan terhadap dominasi politik dan kebijakan BJP. "Hal ini telah membuktikan keyakinan kami akan niat baik para pemilih India dan masa depan demokrasi kita yang besar.”
Gilles Verniers, seorang ilmuwan politik dan peneliti senior di Pusat Penelitian Kebijakan, sebuah lembaga pemikir, memiliki pandangan yang sama.
"Bahkan jika BJP berhasil membentuk pemerintahan, pemilihan ini merupakan kemunduran pribadi bagi perdana menteri,” katanya kepada DW, menunjuk pada BJP yang tidak memenangkan mayoritas sendiri dan harus bergantung pada mitra koalisi untuk berkuasa.
"Mengingat bahwa BJP menjadikan Modi sebagai satu-satunya argumen kampanye mereka, ia memikul tanggung jawab pribadi atas kinerja partainya,” katanya.
"Ini adalah hal yang baru bagi BJP, yang akan dihadapkan pada dua pilihan: beralih ke seni konsiliasi politik atau menekan lebih jauh ke jalur otokrasi. Masa depan akan memberi tahu kita jalan mana yang akan dipilih oleh sang PM, sebuah pilihan yang akan menentukan di manaposisi dan lintasan India akan berlabuh.”
(ha/gtp)