TRIBUNNEWS.COM - Ketua Dewan Eksekutif Hizbullah, Hashem Safi al-Din, mengatakan Israel harus siap-siap menangis dan meratap setelah kewalahan menghadapi peningkatan serangan Hizbullah di Israel utara, wilayah Palestina yang diduduki.
Menurut Hashem Safi al-Din, Israel masih berada dalam kebodohannya karena tidak belajar dari pengalaman masa lalu saat melawan Hizbullah.
Ia menganggap Israel salah jika berpikir pembunuhan komandan senior Hizbullah Talib Sami Abdullah dan tiga lainnya pada Rabu (12/6/2024) akan melunturkan kekuatan Hizbullah.
Pada siang hari ini, Hizbullah membalas kematian keempat anggotanya dengan meluncurkan antara 160-200 rudal ke Israel utara dan menghantam sejumlah situs militer.
"Penjajah masih dalam kebodohannya dan belum belajar dari semua pengalaman masa lalu," kata Hashem Safi al-Din pada Rabu hari ini.
“Pengalaman telah membuktikan bahwa setiap kali seorang pemimpin di antara kita syahid, perlawanan menjadi lebih kuat dan lebih maju di berbagai bidang," lanjutnya.
Hashem Safi al-Din menyatakan jika Israel masih kewalahan menghadapi serangan Hizbullah yang bertubi-tubi di Israel utara, mereka sebaiknya bersiap untuk merenungkan apa yang mungkin terjadi selanjutnya.
“Jika pendudukan berteriak dan mengeluh tentang apa yang terjadi di Palestina utara, biarkan mereka bersiap untuk menangis dan meratap," katanya.
Ia menekankan bahwa Hizbullah akan meningkatkan kekuatannya setelah pembunuhan Talib Sami Abdullah.
“Jika pesan pendudukan dari kematian Talib Sami Abdullah adalah untuk melemahkan tekad kami dalam mendukung Jalur Gaza, maka tanggapan kami yang pasti dan tak terhindarkan setelah pertumpahan darah murni ini adalah kami akan meningkatkan intensitas, kekuatan, kuantitas dan kualitas operasi kami,” lanjutnya.
Menurutnya, tindakan Israel-lah yang akan menentukan bagaimana tanggapan dari Hizbullah.
Baca juga: 4 Anggota Hizbullah Tewas dalam Serangan Israel termasuk Komandan Senior
“Pendudukan (Israel) ini akan menentukan siapa anak-anak perlawanan Islam (Hizbullah) di Lebanon,” tambahnya, seperti diberitakan Al Manar.
Sejak 8 Oktober 2023, Hizbullah menyatakan solidaritas untuk warga Palestina yang menghadapi agresi Israel di Jalur Gaza.
Hizbullah menyerang pertahanan Israel di Israel utara dengan rudal dan drone yang diluncurkan dari basis Hizbullah di Lebanon selatan.
Hizbullah berjanji hanya akan berhenti menyerang Israel jika Israel menghentikan agresinya di Jalur Gaza.
Sementara Israel menolak untuk mundur dari Jalur Gaza sebelum berhasil mewujudkan ambisinya untuk menghancurkan gerakan perlawanan Islam Palestina (Hamas).
Jumlah Korban
Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 37.124 jiwa dan 84.712 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Selasa (11/6/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, seperti dilaporkan Anadolu.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023).
Israel memperkirakan, kurang lebih ada 120 sandera yang hidup atau tewas masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
Sementara itu, lebih dari 8.000 warga Palestina yang masih berada di penjara-penjara Israel, menurut laporan The Guardian pada Desember 2023 lalu.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel