Pakar Militer: Jeda Pertempuran Indikasikan Jenderal Israel Mulai Mbalelo, Siap-siap Resign Massal
TRIBUNNEWS.COM - Pakar militer dan strategis asal Yordania, Nidal Abu Zaid memberikan analisisnya terkait pengumuman dari tentara Israel (IDF) soal jeda pertempuran selama beberapa jam setiap hari untuk memperlancar pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Secara teknis, jeda pertempuran harian diumumkan IDF berlaku mulai pukul jam 8 pagi hingga jam 7 malam waktu setempat, dari Penyeberangan Kerem Shalom ke Jalan Salah al-Din dan lanjut ke utara.
Baca juga: Pakar Militer: IDF Mundur dari Rafah Karena Divisi Lapis Baja Jebol, Israel Membual Gempur Hizbullah
Abu Zaid mengamati, terjadi pertukaran komentar dan pernyataan di media yang dimulai sejak Minggu (16/6/2024) pagi antara pimpinan tentara pendudukan Israel dan politisi di pemerintah Netanyahu berlatar belakang keputusan taktis jeda pertempuran tersebut.
Abu Zaid menyebut, keputusan 'sepihak' dari IDF ini menunjukkan kalau Jenderal di IDF, termasuk kepala Staf IDF, Herzi Halevi, mulai membangkan alais mblalelo atas perintah bersifat politis dari pemerintahan Benjamin Netanyahu.
"Ini adalah pertama kalinya perselisihan semacam ini muncul (secara terbuka di publik). Dan tampaknya keputusan telah diambil, jauh dari (koordinasi) Dewan Perang dan juga jauh dari (koordinasi) Menteri Pertahanan, yang mengumumkan bahwa dia tidak mengetahui keputusan ini," kata Abu Zaid.
Dia menganalisis, tidak ada indikasi dari Kepala Staf IDF Herzi Halevi yang menunjukkan kalau dia tidak mengetahui keputusan tersebut.
"Ini menunjukkan kalau keputusan tersebut kemungkinan (diputuskan secara) terbatas antara Kepala Staf Herzi Halevy dan Komandan Wilayah Selatan di Gaza, Mayor Jenderal Yaron Finkelman," kata Abu Zaid.
Baca juga: Ahli Militer: Taktik Qassam Pintar Adaptasi Perang Panjang, Hizbullah Bunuh Israel Secara Perlahan
Potensi Resign Massal Petinggi Militer
Abu Zaid menekankan, pengambilan keputusan semacam itu tanpa mengacu pada serangkaian keputusan militer yang biasa terjadi di organisasi ketentaraan Israel, jelas menunjukkan adanya perbedaan pendapat antara politisi dan militer mengenai perang di Gaza dan dampaknya terhadap jalannya operasi.
"Keputusan ini bisa dikategorikan sebagai tindakan yang tidak sah (oleh pemimpin pemerintahan Israel)," katanya.
Dia menjelaskan, hal ini menjadi bukti lebih lanjut kalau para pimpinan angkatan darat IDF dan pimpinan eksekutif di lapangan lebih dari menyadari tingkat krisis yang dialami unit-unit tempur, tingkat kerugian, dan adanya masalah logistik terkait pasokan dan jumlah amunisi.
Artinya, langkah jeda pertempuran ini diambil sepihak oleh IDF karena kerugian besar yang mereka terima di lapangan, namun diminta terus melanjutkan perang oleh para politisi pemerintahan di Tel Aviv.
"Keputusan diambil di tingkat eksekutif oleh Kepala Staf dan orang pertama yang terlibat dalam operasi tersebut, Komandan Wilayah Selatan, Jenderal Winkelman, tanpa sepengetahuan pimpinan politik atau bahkan Dewan Perang," kata dia.
Abu Zaid menambahkan bahwa peristiwa ini dapat berkembang dan dapat memaksa para pemimpin politik untuk terburu-buru mengambil keputusan untuk menghentikan operasi militer di Rafah.