News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Pakar Militer: Jeda Pertempuran Indikasikan Jenderal Israel Mulai Mbalelo, Siap-siap Resign Massal

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Staf Umum Tentara Israel (IDF) Herzi Halevi (tengah) saat pertemuan dengan para perwiranya di Khan Yunis pada 23 Desember 2023. Halevi belakangan diminta mundur oleh para bawahannya di Staf Umum IDF karena dianggap gagal mencapai target perang setelah delapan bulan invasi ke Gaza.

Pakar Militer: Jeda Pertempuran Indikasikan Jenderal Israel Mulai Mbalelo, Siap-siap Resign Massal

TRIBUNNEWS.COM - Pakar militer dan strategis asal Yordania, Nidal Abu Zaid memberikan analisisnya terkait pengumuman dari tentara Israel (IDF) soal jeda pertempuran selama beberapa jam setiap hari untuk memperlancar pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.

Secara teknis, jeda pertempuran harian diumumkan IDF berlaku mulai pukul jam 8 pagi hingga jam 7 malam waktu setempat, dari Penyeberangan Kerem Shalom ke Jalan Salah al-Din dan lanjut ke utara.

Baca juga: Pakar Militer: IDF Mundur dari Rafah Karena Divisi Lapis Baja Jebol, Israel Membual Gempur Hizbullah

Abu Zaid mengamati, terjadi pertukaran komentar dan pernyataan di media yang dimulai sejak Minggu (16/6/2024) pagi antara pimpinan tentara pendudukan Israel dan politisi di pemerintah Netanyahu berlatar belakang keputusan taktis jeda pertempuran tersebut.

Abu Zaid menyebut, keputusan 'sepihak' dari IDF ini menunjukkan kalau Jenderal di IDF, termasuk kepala Staf IDF, Herzi Halevi, mulai membangkan alais mblalelo atas perintah bersifat politis dari pemerintahan Benjamin Netanyahu.

"Ini adalah pertama kalinya perselisihan semacam ini muncul (secara terbuka di publik). Dan tampaknya keputusan telah diambil, jauh dari (koordinasi) Dewan Perang dan juga jauh dari (koordinasi) Menteri Pertahanan, yang mengumumkan bahwa dia tidak mengetahui keputusan ini," kata Abu Zaid.

Dia menganalisis, tidak ada indikasi dari Kepala Staf IDF Herzi Halevi yang menunjukkan kalau dia tidak mengetahui keputusan tersebut.

"Ini menunjukkan kalau keputusan tersebut kemungkinan (diputuskan secara) terbatas antara Kepala Staf Herzi Halevy dan Komandan Wilayah Selatan di Gaza, Mayor Jenderal Yaron Finkelman," kata Abu Zaid.

Baca juga: Ahli Militer: Taktik Qassam Pintar Adaptasi Perang Panjang, Hizbullah Bunuh Israel Secara Perlahan

Pasukan Israel (IDF) berjalan di wilayah pemukiman di Gaza yang sudah hancur setelah bombardemen udara sebelum unit infanteri masuk ke wilayah tersebut. (afp)

Potensi Resign Massal Petinggi Militer

Abu Zaid menekankan, pengambilan keputusan semacam itu tanpa mengacu pada serangkaian keputusan militer yang biasa terjadi di organisasi ketentaraan Israel, jelas menunjukkan adanya perbedaan pendapat antara politisi dan militer mengenai perang di Gaza dan dampaknya terhadap jalannya operasi.

"Keputusan ini bisa dikategorikan sebagai tindakan yang tidak sah (oleh pemimpin pemerintahan Israel)," katanya.

Dia menjelaskan, hal ini menjadi bukti lebih lanjut kalau para pimpinan angkatan darat IDF dan pimpinan eksekutif di lapangan lebih dari menyadari tingkat krisis yang dialami unit-unit tempur, tingkat kerugian, dan adanya masalah logistik terkait pasokan dan jumlah amunisi.

Artinya, langkah jeda pertempuran ini diambil sepihak oleh IDF karena kerugian besar yang mereka terima di lapangan, namun diminta terus melanjutkan perang oleh para politisi pemerintahan di Tel Aviv.

"Keputusan diambil di tingkat eksekutif oleh Kepala Staf dan orang pertama yang terlibat dalam operasi tersebut, Komandan Wilayah Selatan, Jenderal Winkelman, tanpa sepengetahuan pimpinan politik atau bahkan Dewan Perang," kata dia.

Abu Zaid menambahkan bahwa peristiwa ini dapat berkembang dan dapat memaksa para pemimpin politik untuk terburu-buru mengambil keputusan untuk menghentikan operasi militer di Rafah.

"Hal ini juga dapat meningkatkan kedalaman perselisihan yang dapat menyebabkan pengunduran diri secara massal para petinggi militer, baik menteri di Dewan Perang maupun Menteri Pertahanan atau para jenderal unit yang berhubungan langsung dengan operasi Gaza," kata dia.

Patut dicatat bahwa komando militer tiba-tiba mengumumkan pagi ini, Minggu, penghentian taktis operasi militer di Gaza selatan mulai pukul 08:00 waktu setempat, hingga pukul 19:00 setiap hari hingga pemberitahuan lebih lanjut di sepanjang jalan yang mengarah dari penyeberangan Kerem Shalom ke jalan Salah al-Din dan kemudian ke Utara.

MAU DIKUASAI ISRAEL - Posisi Koridor Philadelphia (alias Poros Salah Al-Din) di Jalur Gaza di sepanjang perbatasan dengan Mesir. Wilayah ini mau dikuasai Israel dengan dalih untuk sepenuhnya mengontrol pergerakan Hamas di Jalur Gaza. (jcpa)

Netanyahu Mengaku Tidak Tahu

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu rupanya tidak mengetahui militernya mengumumkan jeda pertempuran selama beberapa jam setiap hari untuk memperlancar pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.

Dilaporkan Reuters, Netanyahu mengkritik rencana tersebut.

Sebelumnya pada hari Minggu (16/6/2024), Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengumumkan jeda pertempuran harian mulai pukul jam 8 pagi hingga jam 7 malam waktu setempat, dari Penyeberangan Kerem Shalom ke Jalan Salah al-Din dan lanjut ke utara.

“Ketika perdana menteri mendengar laporan tentang jeda kemanusiaan selama 11 jam di pagi hari, dia langsung mendatangi sekretaris militernya dan mengatakan bahwa hal ini tidak dapat diterima,” kata seorang pejabat Israel.

IDF mengklarifikasi, bahwa operasi normal akan berlanjut di Rafah, fokus utama operasinya di Gaza selatan, di mana delapan tentara tewas pada hari Sabtu.

Reaksi penolakan Netanyahu menggarisbawahi ketegangan politik mengenai masalah bantuan yang masuk ke Gaza, di mana organisasi internasional sudah sering memperingatkan akan meningkatnya krisis.

Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, yang memimpin salah satu partai keagamaan nasionalis dalam koalisi Netanyahu, mengecam gagasan jeda taktis itu.

Ia mengatakan, siapa pun yang memutuskan hal itu adalah orang "bodoh" yang pantas kehilangan pekerjaannya.

IDF umumkam jeda pertempuran harian (Screenshot Twitter)

Perpecahan antara koalisi dan militer

Masih mengutip Reuters, ketegangan atau perselisihan semacam ini bukan yang pertama kali terjadi di antara koalisi pemerintahan Israel dan militer.

Seminggu sebelumnya, mantan jenderal sentris Benny Gantz mundur dari pemerintahan, menuduh Netanyahu tidak memiliki strategi yang efektif di Gaza.

Perpecahan ini terungkap pekan lalu dalam pemungutan suara parlemen mengenai undang-undang tentang wajib militer Yahudi ultra-Ortodoks ke dalam militer.

Baca juga: Israel Umumkam Jeda Pertempuran Harian dari Jam 8 Pagi hingga Jam 7 Malam di Wilayah Salah al-Din

Menteri Pertahanan Yoav Gallant menentangnya.

Ia mengatakan, bahwa undang-undang tersebut tidak cukup untuk kebutuhan militer.

Partai-partai keagamaan dalam koalisi sangat menentang wajib militer bagi kelompok ultra-Ortodoks, sehingga memicu kemarahan luas dari banyak warga Israel, yang semakin mendalam seiring dengan berlanjutnya perang.

Panglima militer Israel Letnan Jenderal Herzi Halevi, mengatakan pada hari Minggu bahwa ada kebutuhan yang pasti untuk merekrut lebih banyak tentara dari komunitas ultra-Ortodoks yang berkembang pesat.

Tentara Cadangan di Bawah Ketegangan

Meskipun ada tekanan internasional yang semakin besar untuk melakukan gencatan senjata, kesepakatan untuk menghentikan pertempuran masih belum tercapai.

Saat ini sudah lebih dari delapan bulan sejak serangan 7 Oktober oleh pejuang Hamas terhadap Israel yang memicu serangan Israel di daerah kantong tersebut.

Sejak itu, agresi militer Israel telah menewaskan lebih dari 37.000 warga Palestina, menurut angka Kementerian Kesehatan Palestina.

Jajak pendapat menunjukkan sebagian besar warga Israel memang mendukung tujuan pemerintah menghancurkan Hamas.

Tetapi terdapat protes luas yang menyerang pemerintah Netanyahu karena ia tidak berbuat lebih banyak untuk memulangkan para sandera di Gaza.

Sementara itu, pejabat kesehatan Palestina mengatakan tujuh warga Palestina tewas dalam dua serangan udara di dua rumah di kamp pengungsi Al-Bureij di Jalur Gaza tengah.

Ketika pertempuran di Gaza terus berlanjut, konflik lainnya di perbatasan Israel-Lebanon kini berpotensi berkembang menjadi perang yang lebih luas.

Baku tembak terjadi hampir setiap hari antara pasukan Israel dan milisi Hizbullah yang didukung Iran semakin meningkat.

(oln/khbrn/*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini