Iran dan Taliban Diskusikan 'Joint Action' Lawan Israel, Ribuan Pejuang Afghanistan Siap Tempur
TRIBUNNEWS.COM - Para menteri luar negeri Iran dan Taliban dilaporkan terlibat dalam diskusi yang bertujuan mengoordinasikan joint action alias "aksi bersama" melawan Pendudukan Israel.
Kabar itu disampaikan Yayasan Pertahanan Demokrasi (FDD), lembaga penelitian non-profit dan non-partisan yang berbasis di Washington DC, Amerika Serikat (AS) dilansir RNTY, Senin (24/6/2024).
Baca juga: Tak Menang Seusai 9 Bulan Agresi di Gaza, Israel: Kami Tak Bermaksud Membunuh Tiap Anggota Hamas
Dalam laporan itu disebutkan, Menteri Luar Negeri Sementara Iran, Ali Bagheri Kani dan Menteri Luar Negeri Afghanistan (Taliban), Amir Khan Muttaqi menyampaikan niat mereka melalui panggilan telepon baru-baru ini.
Dialog antara Bagheri Kani dan Muttaqi menekankan penggalangan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk meningkatkan tekanan terhadap Israel.
Sumber-sumber di media yang terkait dengan Hizbullah menyatakan kalau Taliban menyatakan kesiapannya untuk mengerahkan ribuan tentara untuk memerangi Israel, senada dengan sentimen yang disampaikan di Teheran.
Sepanjang agresi di Gaza, Iran dan Taliban telah memperkuat sikap anti-Israel mereka.
Baca juga: Komite Perlawanan Palestina: Hizbullah-Houthi-Kataib Hizbullah Bersatu, Awal Habisnya Israel
Awal tahun ini, utusan Iran, Hassan Kazemi Qomi bahkan menyarankan kemungkinan pejuang Afghanistan bergabung dengan “Poros Perlawanan” melawan Israel jika diperlukan.
Menanggapi tindakan militer Iran terhadap Israel pada bulan April sialm, Taliban secara terbuka mendukung serangan Teheran, dan menggambarkannya sebagai tindak pertahanan dan pembelaan diri yang sah terhadap apa yang mereka sebut sebagai “rezim kriminal Zionis.”
Meskipun kadang-kadang terjadi perselisihan mengenai isu-isu seperti hak atas air dan pengungsi, dukungan Iran terhadap Taliban sudah ada sejak hampir dua dekade lalu, terutama didorong oleh penolakan bersama terhadap kehadiran AS di Afghanistan.
Iran Punya Puluhan Ribu Anggota Proksi di Kawasan
Terkait niat ini, ribuan pejuang dari berbagai kelompok yang didukung Iran di Timur Tengah dilaporkan siap bergabung dengan pejuang Hizbullah di Lebanon jika konflik antara Hizbullah melawan Israel makin meluas dan menjadi perang besar-besaran.
Perang antara tentara Israel dan Hizbullah makin memanas dengan diwarnai baku tembak hampir setiap hari terjadi di sepanjang perbatasan Lebanon dengan Israel utara.
Hizbullah turut melibatkan diri dalam perang antara Hamas dan Israel sejak negara Zionis itu melancarkan perang dahsyat di Gaza.
Situasi memburuk bulan Juni ini setelah serangan udara Israel menewaskan seorang komandan senior militer Hizbullah di Lebanon selatan.
Hizbullah membalasnya dengan menembakkan ratusan roket dan drone peledak ke Israel utara.
.
Para pejabat Israel mengancam akan melakukan serangan militer di Lebanon jika tidak ada negosiasi akhir yang bisa dilakukan untuk mengusir Hizbullah dari perbatasan.
Kelompok Lebanon mengatakan mereka akan menghentikan serangannya jika Israel menghentikan serangannya di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 37.000 warga Palestina.
Di Israel, Perdana Menteri Benjami Netanyahu mengatakan perang akan terus berlanjut meskipun kesepakatan gencatan senjata disepakati dengan Hamas.
Dia kembali menegaskan bahwa dia tidak akan menyetujui kesepakatan apa pun yang menyerukan diakhirinya perang delapan bulan.
Sebelumnya, dia mengindikasikan bahwa ia terbuka terhadap kesepakatan “sebagian” yang akan memfasilitasi pemulangan sejumlah tawanan yang masih ditahan di Gaza, meskipun tidak semuanya.
Baca juga: Video yang Dirilis Hizbullah, Ungkap 10 Daftar Target Potensial yang Cuma Diketahui Shin Bet
Namun, dia menegaskan kembali bahwa dia tidak akan menyetujui kesepakatan apa pun yang menetapkan diakhirinya perang Israel di Gaza, meskipun Amerika Serikat sebelumnya mengklaim bahwa proposal Israel akan menjadi jalan untuk mengakhiri serangan tersebut.
“Tujuannya adalah untuk mengembalikan mereka yang diculik dan menggulingkan rezim Hamas di Gaza,” katanya dalam sebuah wawancara dengan outlet media Israel Channel 14 pada hari Minggu.
Di dalam negeri, puluhan ribu warga Israel secara konsisten berunjuk rasa menentang Netanyahu dan pemerintahannya, menuntut pemilu dini dan kesepakatan untuk memulangkan para tawanan.
Baca juga: 45.000 Warga Kanada Siap Dievakuasi Besar-besaran dari Lebanon, Buntut Perang Hizbullah Vs Israel
Bulan lalu, Presiden AS Joe Biden mengumumkan proposal gencatan senjata, yang akan mengakibatkan jeda pertempuran selama enam minggu serta pembebasan beberapa tawanan Israel di Gaza dan tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Pertukaran ini kemudian akan memungkinkan negosiasi untuk gencatan senjata permanen.
Meskipun para pejabat AS bersikukuh bahwa Israel adalah dalang dari proposal tersebut, sejumlah pejabat Israel, termasuk Netanyahu, telah berjanji untuk terus berperang sampai Hamas dilenyapkan, dan menolak untuk secara terbuka mendukung proposal tersebut secara penuh.
Netanyahu juga mengatakan kepada Channel 14 bahwa serangan militer “intens” Israel di kota Rafah di Gaza selatan hampir berakhir.
“Fase intens pertempuran melawan Hamas akan segera berakhir,” katanya. “Ini tidak berarti bahwa perang akan segera berakhir, namun perang dalam fase intensnya akan segera berakhir di Rafah.”
Dalam wawancara pertamanya dengan outlet berita Israel sejak perang di Gaza dimulai, Netanyahu kembali menolak gagasan bahwa Otoritas Palestina yang berbasis di Tepi Barat memerintah Gaza dan bukan Hamas.
“Kami juga ingin membentuk pemerintahan sipil, jika memungkinkan dengan warga Palestina setempat dan mungkin dengan dukungan eksternal dari negara-negara di kawasan, untuk mengelola pasokan kemanusiaan dan kemudian, urusan sipil di Jalur Gaza,” katanya.
(oln/rntv/*)