TRIBUNNEWS.COM – Pelabuhan Eilat di Israel menyatakan bangkrut setelah didera serangan Houthi dan kelompok perlawanan Irak.
Menurut Eilat, kebangkrutan itu disebabkan olah kurangnya aktivitas perdagangan di pelabuhan Israel itu.
CEO Eilat Gideon Golber kemudian menyinggung kegagalan koalisi negara-negara Barat untuk mengamankan rute pelayaran di Laut Merah.
“Pelabuhan ini ditutup total, dan tidak ada aktivitas di pelabuhan selama 8 bulan karena gagalnya koalisi negara-negara di Laut Merah,” kata Golber dikutip dari Counter Currents.
“Kami tak punya penghasilan apa pun dalam beberapa bulan terakhir, sekarang waktunya negara memberikan bantuan dan memahami bahwa pelabuhan yang ditutup itu perlu dibantu.”
Pada bulan Maret lalu Golber mengatakan Eilat bertanggung jawab aras 50 hingga 55 persen kendaraan yang diimpor dari Asia Timur.
Tak hanya itu, ekspor potasium dan fosfat dari Laut Merah melalui Eilat mencapai sekitar 1,8 hingga 2 juta ton.
Golber menyebut Eilat juga mengimpor sapi dan biri-biri dari Australia.
Kelompok Houthi di Yaman disalahkan atas tutupnya Eilat. Houthi menyerang dan menghentikan kapal-kapal yang menuju ke Eilat.
Kapal-kapal itu berlayar ke Israel dengan melewati Selat Bab Al-Mandeb yang menguasai sekitar 10 persen pelayaran dunia.
Karena serangan Houthi, kapal dagang memilih untuk mengubah jalur, yakni dengan mengitari Tanjung Harapan. Jalur itu jauh lebih panjang.
Baca juga: Drone Milisi Perlawanan Irak Lagi-Lagi Hajar Kota Eilat Israel, Objek Vital AS Target Sah Serangan
Kota Eilat juga sudah terdampak parah oleh perang di Gaza sejak 7 Oktober 2023 karena pariwisata dan perdagangan di sana dihentikan sepenuhnya. Di samping itu, ada banyak warga di sana yang kehilangan pekerjaan.
Seorang pengacara sekaligus jurnalis asal Kanada bernama Dimitri Lascaris sempat berkunjung ke Eilat tanggal 17 Maret.
Dia berujar operasi militer yang dilakukan Houthi telah membuat pelabuhan itu kosong, tak disambangi kapal kargo.
Bangkrutnya Eilat menjadi topik yang ramai dibicarakan di media sosial X. Ada yang menyebutkan bahwa Houthi telah mencapai tujuannya dalam melawan Israel.
Pada bulan Desember 2023 pelabuhan itu dilaporkan kehilangan 85 persen perdagangannya karena serangan Houthi.
Manajemen Eilat meminta bantuan keuangan dari pemerintah Israel. Namun, belum tentu pemerintah akan membantunya karena kondisi ekonomi sedang bergejolak.
Eilat “tercekik”
Eilat sebenarnya dilindungi oleh sistem pertahanan antirudal. Namun, hal itu tak bisa mencegah ekonomi Eilat memburuk karena serangan.
Golber menyebut Houthi berusaha “mencekik Eilat dan ekonominya”. Dia menyinggung banyaknya kapal yang memilih jalur mengitari Afrika.
Jalur itu membuat pelayaran makin panjang dan biaya makin mahal.
Pada bulan Januari lalu Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui Resolusi 2722 yang isinya mendesak Houthi untuk menghentikan serangannya di Laut Merah.
Baca juga: Perlawanan Islam Irak Umumkan Serangan Target Penting di Kota Pelabuhan Eilat, Israel Selatan
Golber meminta Amerika Serikat (AS) agar lebih terlibat dalam melawan Houthi. Dia meyakini jika AS dianggap “lemah”, persoalan Eilat mungkin akan bertambah parah.
Sementara itu, Eli Bar Yossef yang menjadi CEO Pelabuhan Isdud meremehkan pentingnya Eilat.
Yossef mengklaim Isdud bisa menerima barang dagang yang awalnya akan dikirim ke Eilat.
“Ini masalah bagi Eilat, bukan masalah besar bagi kami,” kata Yossef dikutip dari Al Mayadeen.
Adapun Direktur Hubungan Internasional dan Pengembanan Bisnis pada Federasi Kamar Dagang Israel, Sarit Fishbane, mengatakan biaya pelayaran telah melonjak karena “tantangan logistik”.
“Di Israel, sektor konstruksi telah terdampak parah, dan kita juga melihat meningkatnya permintaan akan peralatan darurat dan produk pangan yang punya umur simpan yang lama,” ujar Fishbane.
Seorang konsultan keamanan bernama Richard Hussey mengatakan pelabuhan-pelabuhan Israel seperti Haifa dan Isdud juga berada dalam jangkauan roket Hizbullah.
Oleh karena itu, eskalasi besar bisa memunculkan serangan yang menghentikan perdagangan.
(Tribunnews/Febri)