RUU Kejam untuk Menekan Kebebasan Berpendapat di Pendidikan Tinggi Israel Disetujui Knesset
TRIBUNNEWS.COM- RUU ‘Kejam’ untuk menekan kebebasan berpendapat di pendidikan tinggi Israel mendapat persetujuan.
Sebuah rancangan undang-undang kontroversial yang bersifat “kejam dan McCarthyist” yang mengharuskan institusi pendidikan tinggi di Israel memecat staf pengajar yang menyatakan “dukungan terhadap teror” telah disahkan untuk pertama kalinya di Knesset kemarin.
RUU tersebut, yang mendapat dukungan dari anggota parlemen oposisi dan koalisi, merupakan ancaman signifikan terhadap kebebasan berpendapat, menurut para kritikus.
Undang-undang yang diusulkan memberikan wewenang kepada Dewan Pendidikan Tinggi di Israel, yang diketuai oleh menteri pendidikan, untuk memerintahkan pemecatan staf akademik karena membuat pernyataan politik yang dianggap mendukung terorisme.
Di Israel, “dukungan terhadap teror” adalah istilah yang tidak jelas dan sering digunakan untuk membungkam para pengkritik.
Jika diberhentikan berdasarkan RUU ini, uang pesangon para dosen tidak akan diberikan, dan pendanaan negara untuk institusi mereka dapat dipotong.
Langkah ini mendapat tentangan keras dari kalangan akademisi.
Komite koordinator serikat fakultas Israel telah mengumumkan rencana untuk mengumumkan perselisihan perburuhan, yang berpotensi mengarah pada pemogokan sebagai protes terhadap RUU tersebut.
Versi RUU saat ini telah menghilangkan ketentuan dari rancangan sebelumnya yang berupaya untuk memungkinkan pemecatan langsung anggota fakultas karena pernyataan yang “menolak keberadaan Israel sebagai negara Yahudi dan demokratis”, atau yang “menghasut rasisme, kekerasan, atau teror”.
Kritikus berpendapat bahwa, bahkan tanpa klausul khusus ini, RUU tersebut tetap menjadi alat penindasan politik.
Asosiasi Pimpinan Universitas telah mengambil sikap tegas terhadap undang-undang tersebut, dan mengirimkan permintaan kepada penasihat hukum Knesset, Sagit Afik, untuk campur tangan.
Mereka menggambarkan RUU tersebut sebagai “kejam dan McCarthyist”, dan menuduhnya sebagai bagian dari kampanye penghasutan terhadap anggota fakultas yang dapat memicu kekerasan terhadap mereka.
Dalam sebuah surat yang dilaporkan oleh Haaretz, Asosiasi tersebut menyatakan: