TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menyebut pertemuan lima nahdliyin dengan Presiden Israel, Isaac Herzog difasilitasi oleh sebuah organisasi non profit (NGO) milik advokat Israel.
Adapun kelima nahdliyin tersebut yaitu Gus Syukron Makmun, Zainul Maarif, Munawar Aziz, Nurul Bahrul Ulum, dan Izza Annafisah Dania.
"Pertama, yang mengajak. Saya tanya memang dari satu channel NGO yang merupakan advokat dari Israel. Jadi memang ada di mana-mana di dunia ini."
"Jadi yang membantu citra Israel, melobi untuk kepentingan Israel dan sebagainya," kata Gus Yahya dalam konferensi pers di Kantor PBNU, Jakarta, Selasa (16/7/2024).
Gus Yahya menambahkan, organisasi tersebut juga berada di negara lain untuk kepentingan citra Israel di kancah global.
"Ini yang mengajak dan konsolidasikan mereka, ya memang canggih sekali biasanya caranya," ujarnya.
Lalu, dengan upaya pelobian semacam ini hingga mengundang lima nahdliyin, apa agenda politik yang direncanakan oleh Israel? Berikut kata pakar.
Demi Kemenangan Diplomasi Global, Perbaiki Nama Israel yang Lagi Terpuruk
Pakar hubungan internasional dari Universitas Padjajaran (Unpad), Teuku Rezasyah menilai agenda politik yang direncanakan Israel dengan mengundang lima nahdliyin itu adalah memenangkan diplomasi global.
Baca juga: PWNU DKI Mengaku Baru Tahu soal Situs Rahim, Diduga terlibat 5 Tokoh Nahdliyin Temui Presiden Israel
Reza mengatakan sebenarnya ada dua negara yang menjadi incaran Israel agar memiliki hubungan diplomatik yaitu Arab Saudi dan Indonesia.
Dia mengungkapkan alasan Indonesia dipilih oleh Israel untuk didekati dan diharapkan menjalin hubungan diplomatik adalah karena Tanah Air menjadi negara dengan umat Islam terbesar di dunia.
"Yang mereka cari adalah kemenangan dalam diplomasi globalnya. Karena di dunia ini, ada dua negara yang diharapkan Israel menjalin hubungan diplomatik."
"Pertama, ada Arab Saudi karena memiliki Mekkah dan Madinah dan kedua adalah Republik Indonesia yang memiliki 270 juta jiwa dan 85 persennya adalah umat Muslim," katanya dikutip dari YouTube metrotvnews, Rabu (17/7/2024).
Reza mengatakan kedatangan lima nahdliyin ke Israel dianggap sebagai kemenangan diplomatik di tengah kecaman masif kepada negara zionis usai melakukan genosida di Gaza.
Dia pun mengutip beberapa pemberitaan media luar negeri yang memposisikan Israel dengan ekonomi merosot hingga dianggap tidak memiliki kredibilitas sebagai negara bersama dengan para sekutunya.
Sehingga, Reza menilai datangnya lima nahdliyin hingga bertemu Isaac Herzog menjadi upaya untuk mengais keberhasilan di masa lalu terkait hubungan Israel-Indonesia yang diklaim oleh mereka sebagai mitra.
"Merujuk pada pemberitaan Haaretz (media Israel) 20 tahun silam, di mana pada tanggal 7 Juli 2004 bahwa yang datang dari Indonesia adalah mitra Israel."
"Dan sejak tahun 2003-2004, headline media Israel jarang kali berbicara pada ini. Kemudian ketika saya merujuk 20 Juni 2003, bahwa Haaretz (artikelnya berjudul) 'The Voice of Cultural Islam' jadi generasi muda kita yang datang ke situ membawa hal Islami yang berbudaya," jelas Reza.
Baca juga: 5 Nahdliyin Temui Presiden Israel, Ketua Umum PBNU Minta Maaf: Ini Sesuatu yang Tidak Patut
Reza juga menganggap bahwa kedatangan lima nahdliyin menjadi amunisi dan legitimasi Israel untuk memperbaiki nama baik negara yang kini tengah terpuruk buntut genosida di Gaza.
"Terlebih lagi konstituasi di Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB dan juga demonstrasi besar-besaran di seluruh dunia yang menentang agresi Israel di Palestina," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Nahdliyin Bertemu Presiden Israel