TRIBUNNEWS.COM – Menteri Informasi dan Penyiaran Bangladesh, Mohammad Arafat membela penanganan pemerintahnya terhadap protes massa di tengah seruan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyelidiki kekerasan yang terjadi di dalamnya, Kamis (25/7/2024).
Mohammad Arafat mengatakan, pasukan keamanan negara telah melakukan usaha untuk berdamai di tengah protes mahasiswa, dikutip dari Al Jazeera, Jumat (26/7/2024).
"Kami telah berupaya semaksimal mungkin untuk meredakan ketegangan," kata Arafat.
Arafat menuduh pihak ketiga sebagai pemicu kerusuhan yang menyusup dalam demo.
"Mereka (pemicu kerusuhan) adalah pihak ketiga, mereka yang menyusup ke dalam gerakan ini dan mulai melakukan semua ini (kerusuhan)," katanya.
Dia menambahkan, ada pihak yang mencoba memperkeruh suasana dan berusaha menggulingkan pemerintahan.
"Ada pihak-pihak yang mencoba memperkeruh suasana, menciptakan situasi yang memungkinkan mereka mengambil keuntungan dan menggulingkan pemerintah,” tambahnya.
Sementara itu, para pakar PBB menyerukan penyelidikan independen terhadap tindakan keras pemerintah terhadap para demonstran.
Para pakar PBB meminta pemerintah Bangladesh untuk segera mengakhiri tindakan keras yang disertai kekerasan terhadap pengunjuk rasa dan lawan politik.
Mereka juga meminta memulihkan sepenuhnya akses ke internet dan media sosial, dan memastikan akuntabilitas atas pelanggaran hak asasi manusia.
Mereka menyampaikan kekhawatiran mereka atas aksi pembunuhan, kemungkinan penghilangan paksa, penyiksaan, dan penahanan ribuan orang.
Baca juga: Kerusuhan di Bangladesh Tewaskan Ratusan Orang, Perdana Menteri Sheikh Hasina Salahkan Oposisi
“Kami merasa khawatir dengan banyaknya pembunuhan di luar hukum, kemungkinan penghilangan paksa, penyiksaan, dan penahanan ribuan orang,” kata para ahli dalam siaran pers PBB.
Para pakar juga menyerukan, investigasi yang sesuai dengan standar yang diakui secara internasional, perlu dilakukan terhadap semua pelanggaran hak asasi manusia.
“Investigasi yang cepat, menyeluruh, independen, dan tidak memihak sesuai dengan standar yang diakui secara internasional harus dilakukan terhadap semua pelanggaran hak asasi manusia,” kata mereka.
Pemerintah Bangladesh telah berada di bawah pengawasan internasional atas penanganannya terhadap protes tersebut.
Sejak Jumat (19/7/2024), dalam siaran persnya, Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk sudah menyerukan hal yang sama mengenai investigasi tersebut.
Volker Turk menambahkan, pemerintah Bangladesh yang harus dimintai pertanggungjawaban.
“Harus ada investigasi yang tidak memihak, cepat, dan menyeluruh terhadap serangan ini, dan mereka (Pemerintah Bangladesh) yang harus dimintai pertanggungjawaban,” ujar Turk.
Dalam pernyataan terpisah, sekelompok pakar PBB juga menyerukan penyelidikan independen terhadap tindakan keras pemerintah terhadap pengunjuk rasa.
Salah satu pakar, Irene Khan menyoroti adanya sikap saling menyalahkan dalam pertanggungjawaban peristiwa tersebut.
Pelapor khusus PBB tentang Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat mengatakan, perlunya penyelidikan yang tidak memihak.
"Pemerintah menyalahkan orang lain, orang lain menyalahkan pemerintah; kita memerlukan penyelidikan penuh yang tidak memihak," tutur Khan.
Khan menambahkan, hal tersebut harus dilakukan oleh komunitas internasional, karena tidak adanya kepercayaan kepada pemerintah.
"Namun karena tidak ada kepercayaan pada pemerintah, hal itu harus dilakukan dengan komunitas internasional," tambahnya.
Dia juga menghimbau pemerintah Bangladesh untuk mengundang PBB guna melakukan investigasi.
Baca juga: Protes Bangladesh: Setelah Pengadilan Pangkas Kuota, Lalu Apa?
“Kami menghimbau pemerintah untuk mengundang PBB untuk melakukan investigasi guna mencari tahu, dan meminta pertanggungjawaban para pelaku,” jelasnya.
Sebelumnya, ribuan mahasiswa Bangladesh turun ke jalan awal bulan ini untuk menuntut reformasi sistem kuota pekerjaan di negara tersebut.
Kekerasan tersebut menyebabkan lebih dari 150 mahasiswa pengunjuk rasa terbunuh dan ribuan lainnya telah ditangkap.
Laporan mengenai kerusuhan dan protes sudah tidak ada dari Senin lalu (22/7/2024), setelah Mahkamah Agung memenuhi tuntutan mengenai kuota pekerjaan tersebut, Minggu (21/7/2024).
Namun, para demonstran masih mengajukan tuntutan baru mengenai mahasiswa yang ditangkap dan dibunuh.
Para demonstran juga menuntut Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina Wazed harus meminta maaf secara terbuka atas pembunuhan mahasiswa.
Mereka juga meminta Menteri Dalam Negeri Asaduzzaman Khan, Menteri Jalan Raya dan Jembatan Obaidul Quader, Menteri Pendidikan Mohibul Hasan Chowdhury Nowfel, dan Menteri Hukum Anisul Haque untuk mengundurkan diri dari kabinet dan partai.
(mg/mardliyyah)
Penulis adalah peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS)