TRIBUNNEWS.COM – Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei memimpin doa dalam upacara peringatan kematian Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran, Iran, Kamis (1/8/2024).
Upacara peringatan kematian Ismail Haniyeh diadakan terlebih dahulu di Teheran, baru kemudian diterbangkan ke Qatar untuk disemayamkan.
Doa berlangsung di Universitas Teheran, kemudian jenazah dibawa ke Lapangan Azadi, yang jaraknya sekitar 6 kilometer, menurut kantor berita Iran Mehr News, dikutip dari CNN Internasional.
Ribuan orang menghadiri upacara tersebut untuk memberi penghormatan terakhir kepada pemimpin politbiro Hamas itu.
Banyak di antara kerumunan terlihat melambaikan bendera Palestina dan Iran serta bendera kuning kelompok militan Lebanon, Hizbullah.
Jenazah Haniyeh diberi perlakuan yang sama seperti pemakaman mendiang presiden Iran sebelumnya, Ebrahim Raisi.
Hal tersebut menjadi penghormatan terakhir Iran sebagai tuan rumah kepada pemimpin Hamas yang saat kematiannya, tengah menjadi tamu negaranya itu.
Seorang profesor dari Universitas Teheran, Foad Izadi mengatakan, terbunuhnya seorang pejabat tinggi di ibukota merupakan hal yang mengejutkan.
"Ketika seorang pejabat tinggi terbunuh di ibu kota, ini merupakan suatu kejutan," kata Izadi, dikutip dari Al Jazeera.
Izadi juga mengatakan, untuk menghormati Haniyeh, Iran memberinya perlakuan yang sama seperti Ebrahim Raisi.
“Untuk menghormati Haniyeh, Iran memberinya perlakuan yang sama seperti Ebrahim Raisi,” ujarnya.
Baca juga: Rekam Jejak Penyensoran Hamas di Facebook, Bukan Pertama Kali Konten Ismail Haniyeh Dihapus
Bahkan, menurut laporan media pemerintah Iran, dikutip dari CNN Internasional, negara tersebut juga mengumumkan tiga hari masa berkabung.
Selanjutnya, jenazah Haniyeh akan dimakamkan di ibu kota Qatar, Doha, pada Jumat (2/8/2024).
Sebelum dibunuh, Haniyeh menghabiskan sebagian besar waktunya di Doha, Qatar.
Diketahui, Haniyeh dibunuh dalam serangan udara di Teheran, Iran pada Rabu (31/7/2024).
Dalam pernyataan Hamas, dia berada di Iran untuk menghadiri pelantikan presiden baru negara tersebut, Masoud Pezeshkian.
Kematian pemimpin Hamas itu semakin mempertegang konflik Timur-Tengah sejak 7 Oktober lalu.
(mg/mardliyyah)
Penulis adalah peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS)