TRIBUNNEWS.COM -- Dua perang berkepanjangan di Ukraina dan Timur Tengah kini mulai bersinggungan.
Presiden Rusia, Vladimir Putin disebut-sebut menjadi pemimpin negara yang sangat berkepentingan mencampuri perang antara Houthi dengan Israel untuk mempengaruhi kepentingannya di Ukraina.
Hal itu terungkap setelah Rusia dikabarkan akan memasok senjata kepada Houthi Yaman.
Institute for the Study of War (ISW) telah mengungkap bahwa Rusia pada Juli lalu telah mengirimkan tiga perwira militer Rusia mengunjungi Yaman pada akhir Juli 2024.
Baca juga: Pasokan LNG AS ke UE Hampir Disusul Rusia Gara-gara Ini
Media AS, CNN mengungkapkan kepergian tiga perwira Rusia ke Yaman tersebut diyakini sebagai langkah Putin untuk memberikan pelatihan terhadap senjata-senjata yang akan dikirim ke Yaman.
Mereka juga diyakini akan memberikan masukan-masukan kepada Houthi. Akan tetapi meski tiga perwira tersebut talah sampai di Yaman, rencana pelatihan dibatalkan.
Selain itu, Rusia diduga akan memasok senjata-senjata canggihnya ke Yaman. Akan tetapi sumber CNN mengungkapkan bahwa rencana itu dibatalkan setelah ada campur tangan politik AS dan Arab Saudi.
Peneliti ISW berkesimpulan bahwa dari peristiwa tersebut Rusia memanfaatkan perang di Timur Tengah untuk kepentingannya.
"Rencana Rusia yang dilaporkan menyoroti kemitraan militernya yang berkembang dengan Iran dan menunjukkan bahwa Rusia kemungkinan bertujuan untuk memanfaatkan proksi Iran untuk secara tidak langsung menghadapi Barat dan membentuk pengambilan keputusan Barat," demikian analisis ISW.
Kesediaan Rusia untuk memasok senjata kepada Houthi Yaman mengungkap strategi Presiden Vladimir Putin untuk memaksa Barat mencabut dukungannya terhadap Ukraina.
Ukrainska Pravda menyebutkan bahwa laporan menunjukkan Kremlin bermaksud untuk mentransfer rudal dan peralatan militer lainnya kepada Houthi di Yaman, tetapi rencana ini dihentikan setelah intervensi diplomatik.
Baca juga: Mengapa Putin Ngotot Pulangkan Pembunuh Bayaran Dalam Pertukaran Tawanan Terbesar Rusia-Barat?
Mengutip pejabat AS dan sumber lain yang mengetahui masalah tersebut, bahwa Rusia telah bersiap untuk mengirimkan rudal dan peralatan militer lainnya kepada Houthi pada akhir Juli 2024.
Namun, rencana tersebut dibatalkan setelah tekanan diplomatik dari AS dan Arab Saudi.
Pejabat AS telah menyatakan ketidakpastian tentang apakah oposisi Saudi berperan menentukan dalam pembatalan rencana pemindahan tersebut.