News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Ibu di Gaza dan Bayi Kembarnya Tewas Diserang Israel, Padahal Baru Dapat Akta Kelahiran

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang ayah di Gaza harus kehilangan istri dan bayi kembarnya sekaligus akibat serangan Israel di Deir al-Balah, Selasa (13/8/2024).

TRIBUNNEWS.com - Ayah di Deir al-Balah, Mohammad Abu al-Qumsan, syok mendengar kabar istri dan bayi kembarnya yang baru lahir tewas akibat serangan Israel, Selasa (13/8/2024).

Al-Qumsan mengungkapkan, serangan itu terjadi saat ia pergi mengambil akta kelahiran untuk bayi kembarnya, Aysel dan Asser.

"Saya baru saya memperoleh akta kelahiran untuk bayi saya yang baru lahir, Aysel dan Asser," katanya kepada Anadolu Ajansi, sembari menangis.

Lebih lanjut, al-Qumsan menuturkan ia mengetahui kabar duka tersebut lewat panggilan telepon, tepat saat dirinya baru selesai mengurus dokumen akta kelahiran.

"Mereka lahir pada 10 Agustus. Saya sedang berada di luar rumah, menyelesaikan dokumen, dan kemudian mendapat telepon."

"Saya tidak menyangka mereka semua sudah tiada," imbuh dia.

Setelah mendapat telepon itu, al-Qumsan begegas menuju Rumah Sakit (RS) Syuhada Al-Aqsa di Deir al-Balah.

Di sana, ia menyaksikan istri dan bayi kembarnya terbujur kaku.

"Aysel dan Asser adalah awal dan akhir kebahagiaan saya. Kebahagiaan saya tidak lengkap dan kini telah serna," ujar Al-Qumsan.

Dalam video yang dibagikan Anadolu Ajansi, tampak al-Qumsan terduduk menangis sambil memegangi sertifikat lahir bayi kembarnya.

Ia diketahui ikut melaksanakan salat jenazah bersama warga Gaza lainnya untuk istri dan bayi kembarnya, serta korban lainnya.

Baca juga: Detik-detik Sersan IDF Tewas Ditembak Al-Qassam, Ucapan Allahuakbar Terdengar saat Target Ambruk

Al-Qumsan dan istrinya, Jumana Arafa, mengungsi dari Gaza utara ke Deir al-Balah di tengah Gaza.

Mereka tinggal di sebuah apartemen bersama keluarganya yang lain.

Bayi kembar Al-Qumsan diketahui lahir setelah Arafa menjalani operasi caesar yang sulit.

Sejak Israel menyerang Gaza pada 7 Oktober 2023, setidaknya hampir 40.000 warga sipil Palestina tewas.

Puluhan ribu korban tewas didominasi oleh perempuan dan anak-anak.

Mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang berkelanjutan di Gaza.

Lebih dari sepuluh bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade yang melumpuhkan terhadap makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang memerintahkannya untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserang pada 6 Mei.

Tentara Israel Jadikan Warga Palestina sebagai Tameng Manusia

Sementara itu, media Israel, Haaretz, melaporkan tentara Israel secara sistematis menggunakan warga sipil Palestina di Gaza sebagai tameng manusia sejak serangan berlangsung pada 7 Oktober 2023.

Baca juga: Setujui Transfer Senjata Senilai 20 M Dolar, Menlu AS: Berkomitmen Bantu Keamanan Israel

Menurut laporan Haaretz pada Selasa, praktik itu dilakukan atas sepengetahuan pejabat militer senior, termasuk Kepala Staf Angkatan Darat, Herzi Halevi.

Penyelidikan, yang didasarkan pada kesaksian tentara dan komandan Israel, mengungkapkan warga sipil yang dijadikan tameng manusia biasanya dipakaikan pakaian tentara Israel dan berusia 20-an.

"Sebagian besar dari mereka mengenakan sepatu kets, bukan sepatu bot militer."

"Tangan mereka diborgol di belakang punggung dan wajah mereka dipenuhi ketakutan," kata seorang saksi.

Haaretz mengungkap, "warga Palestina secara acak telah digunakan oleh unit tentara Israel di Jalur Gaza untuk satu tujuan: menjadi tameng manusia bagi tentara selama operasi."

Laporan tersebut menjelaskan bagaimana warga sipil Palestina dipaksa untuk menemani tentara Israel selama operasi.

Korban biasanya dikirim untuk memeriksa area yang berpotensi berbahaya bagi tentara Israel.

Tentara yang terlibat dilaporkan telah diberi tahu, "nyawa kami lebih penting daripada nyawa mereka."

Hal itu kemudian menjadi pembenaran bagi tentara Israel untuk menggunakan warga Palestina sebagai tameng manusia untuk menghindari jatuhnya korban dari pihak Israel.

Haaretz juga menyoroti praktik ini melanggar hukum humaniter internasional dan Konvensi Jenewa, yang melarang penggunaan warga sipil sebagai tameng manusia.

Meskipun demikian, praktik tersebut tampaknya meluas dan sistematis dalam operasi militer Israel di Gaza.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini