Pemukim Yahudi Mencuri Ratusan Domba dari Warga Palestina di Tepi Barat yang Diduduki
TRIBUNNEWS.COM- Kelompok pemukim ilegal Yahudi telah mencuri lebih dari 200 domba dari warga Palestina di desa Ein Al-Auja, di timur laut Jericho, kantor berita Wafa melaporkan.
Pengawas Organisasi Al-Baidar untuk Membela Hak-Hak Orang Badui, Hasan Mleihat, mengatakan bahwa para pemukim dari pos-pos terdepan di dekatnya menyerang kawanan penduduk setempat.
Ia menambahkan bahwa komunitas tersebut adalah salah satu komunitas terbesar di Tepi Barat dan sering menjadi sasaran serangan dan pelanggaran oleh tentara Israel dan para pemukim.
Menurut Wafa, serangan tersebut meliputi serangan fisik terhadap warga, pembongkaran rumah dan penyitaan tanah, perusakan tanaman, penyitaan properti, penyergapan di malam hari untuk meneror warga dan mencegah penggembala mengakses padang rumput.
Setelah serangan terhadap Ein Al-Auja pada bulan Juni, pemukim Yahudi menggeledah rumah dan kandang ternak sebelum mencuri sepuluh domba, jelas Mleihat.
Ia menambahkan bahwa para pemukim juga “menyerang penduduk dan melepaskan tembakan.”
Provokasi ini semakin meningkat akhir-akhir ini, bertepatan dengan pertumbuhan pos-pos kolonial di wilayah barat laut Jericho.
Ia mencatat bahwa otoritas pendudukan dan para pemukim memanfaatkan perang di Gaza untuk melakukan operasi pemindahan massal terbesar terhadap komunitas Badui di Tepi Barat yang diduduki.
Israel telah secara ilegal menyita sekitar 27.000 hektar tanah di Tepi Barat yang diduduki dan memaksa 25 komunitas Palestina untuk pergi sejak dimulainya perang di Gaza Oktober lalu.
Negara apartheid tersebut melanjutkan perampasan tanahnya yang telah berlangsung selama puluhan tahun, menurut laporan badan pemerintah Palestina awal tahun ini.
Seperti ratusan kota dan desa Palestina lainnya di Tepi Barat, desa Ein Al-Auja terletak di “Area C” menurut Perjanjian Oslo, yang menempatkannya di bawah kendali penuh militer dan administratif Israel.
Semua pemukiman Israel dan para pemukim yang tinggal di dalamnya adalah ilegal menurut hukum internasional.
SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR