TRIBUNNEWS.com - Misi Iran di PBB secara halus mengindikasikan serangan Teheran ke Israel akan dilakukan dengan "kejutan maksimal".
Dalam sebuah pernyataannya baru-baru ini, misi Iran itu mengatakan Teheran tengah mempersiapkan serangan ke Israel secara cermat agar terjadi di saat yang paling mengejutkan.
"Waktu, kondisi, dan serangan Iran akan diatur secara cermat untuk memastikan bahwa respons (serangan) terjadi pada saat yang paling mengejutkan."
"(Bisa saja serangan itu) terjadi saat mata mereka (Israel) tertuju pada langit dan layar radar."
"Mereka akan dikejutkan dari darat, atau bahkan mungkin kombinasi keduanya (udara dan darat)," kata misi Iran dalam sebuah pernyataan kepada Wall Street Journal, dilansir Iran International.
Pesan yang diliput secara luas oleh media domestik Iran itu, menggarisbawahi serangan Teheran ke Israel harus mencakup dua tujuan utama.
Pertama, untuk menghukum Israel. Kedua, mencegah serangan di masa mendatang.
Meski demikian, pesan misi Iran itu juga menekankan serangan balasan ini "harus dilakukan secara berhati-hati untuk menghindari kemungkinan dampak buruk yang berpotensi memengaruhi gencatan senjata di Gaza, di masa mendatang."
Sementara itu, pejabat Amerika Serikat (AS) menyatakan gencatan senjata di Gaza bisa mencegah Iran melakukan serangan ke Israel.
Tetapi, otoritas Iran membantahnya, namun menegaskan mereka tidak akan membahayakan proses negosiasi gencatan senjata itu.
Terlepas dari upaya AS, resolusi gencatan senjata antara Israel dan Hamas masih belum pasti.
Baca juga: Eks Jenderal Israel: Kami Tak Siap Hadapi Rudal Iran dan Proksinya, Seluruh Negara Akan Hancur
Perundingan negosiasi gencatan senjata diperkirakan akan berlanjut minggu ini.
"Kami tidak bermaksud memperparah ketidakamanan di kawasan tersebut (Gaza). Kami mendukung dengan niat baik terkait gencatan senjata."
"Sementara itu, kami menegaskan hak hukum Iran untuk mewujudkan haknya, menghukum Israel, dan menciptakan pencegahan terhadap rezim teroris (Israel)."
"Kami akan (menyerang) pada waktu yang tepat," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani, Senin (19/8/2024).
Iran mengisyaratkan komitmen terhadap ancaman pembalasannya, tapi di saat yang bersamaan menyatakan niat hati-hati untuk menghindari memperburuk krisis regional.
Sikap ini menunjukkan upaya untuk menavigasi keseimbangan yang rumit dalam mempertahankan pengaruh, khususnya di antara proksi regional, tanpa sepenuhnya berkomitmen pada konflik langsung dengan Israel dan AS, mengingat tekanan ekonomi yang mendasarinya.
Pada Selasa (20/8/2024), mantan Panglima Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Mohsen Rezaee, mengatakan kepada CNN, "Kami telah menyelidiki kemungkinan dampaknya."
"Dan kami tidak akan membiarkan Netanyahu menyelamatkan dirinya sendiri. Tindakan Iran akan sangat diperhitungkan."
Senada dengan itu, Juru Bicara IRGC, Ali-Mohammad Naini, mencatat, "Waktu ada di pihak kita, dan masa tunggu untuk tanggapan ini mungkin akan diperpanjang."
Baca juga: Di Tengah Ancaman Serangan Iran dan Hizbullah, Warga Israel Merasa Keamanan Negara Buruk
Ketegangan di Timur Tengah terjadi menyusul pernyataan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang menjanjikan "hukuman keras" bagi Israel sebagai balasan atas kematian Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran.
"Rezim Zionis kriminal dan teroris telah membunuh tamu kami yang terkasih di rumah kami (Iran) dan membuat kami berduka," kata Khamenei dalam sebuah pernyataan, Rabu (31/7/2024), dilansir Al Jazeera.
Ia menambahkan, "rezim Zionis juga menyiapkan dasar untuk hukuman keras bagi dirinya sendiri."
Khamenei juga menegaskan, adalah tugas Iran untuk membalas pembunuhan Haniyeh.
"Kami menganggap bahwa adalah tugas kami untuk membalas darahnya (tewasnya Haniyeh) dalam insiden pahit dan sulit yang terjadi di wilayah Republik Islam ini," imbuhnya.
Sebagai informasi, Haniyeh tewas diserang di Teheran, 31 Juli 2024 dini hari, sesaat setelah menghadiri pelantikan Presiden baru Iran, Masaoud Pezeshkian.
Acara pelantikan Pezeshkian diketahui menjadi kemunculan terakhir Haniyeh.
Selain Haniyeh, pengawal pribadinya yang juga Wakil Komandan Brigade Al-Qassam, Wasim Abu Shaaban, juga tewas dalam serangan itu.
Meski demikian, Israel hingga saat ini belum membantah ataupun mengakui pembunuhan terhadap Haniyeh.
Tetapi, sumber di Gedung Putih mengatakan Israel langsung menghubungi AS setelah Haniyeh tewas dan mengabarkan mereka lah yang membunuh Pemimpin Hamas tersebut.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)