News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Jenderal Top AS Sebut Risiko Perang yang Meluas di Timur Tengah Sudah Sedikit Mereda

Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Foto yang diambil dari posisi di Israel utara ini menunjukkan UAV Hizbullah yang dicegat oleh angkatan udara Israel di atas Israel utara pada 25 Agustus 2024. Militer Israel mengumumkan pada awal 25 Agustus 2024 bahwa mereka melakukan serangan pendahuluan di Lebanon setelah mendeteksi persiapan untuk serangan skala besar oleh kelompok militan Hizbullah yang didukung Iran. Hizbullah mengatakan telah meluncurkan lebih dari 320 roket ke Israel semalam, yang menargetkan serangkaian posisi militer, bahkan ketika militer Israel mengatakan sedang melakukan serangan pendahuluan terhadap kelompok tersebut. Jalaa MAREY / AFP

TRIBUNNEWS.COM - Jenderal Angkatan Udara Amerika Serikat (AS), CQ Brown menyebut risiko perang yang lebih luas di Timur Tengah sudah sedikit mereda.

Meredanya situasi ini setelah Israel dan Hizbullah Lebanon saling serang tanpa eskalasi lebih lanjut.

Brown mencatat serangan Hizbullah hanyalah satu dari dua serangan besar yang mengancam Israel yang muncul dalam beberapa minggu terakhir.

Iran juga mengancam akan melakukan serangan atas terbunuhnya seorang pemimpin Hamas di Teheran bulan lalu.

Ketika ditanya apakah risiko langsung terjadinya perang regional telah menurun, Brown berkata: "Agak menurun, ya."

"Anda memiliki dua hal yang Anda tahu akan terjadi. Yang satu sudah terjadi. Sekarang tergantung pada bagaimana yang kedua akan terjadi," kata Brown, dikutip dari Reuters.

"Cara Iran merespons akan menentukan cara Israel merespons, yang akan menentukan apakah akan ada konflik yang lebih luas atau tidak," lanjutnya.

Masih Ada Risiko Besar

Meski begitu, Brown mengatakan masih ada risiko yang besar yang ditimbulkan oleh sekutu militan Iran, seperti Irak, Suriah, dan Yordania yang telah menyerang pasukan AS.

Serta Houthi Yaman yang telah menargetkan pengiriman Laut Merah dan bahkan menembakkan pesawat tak berawak ke Israel.

"Dan apakah kelompok lain benar-benar pergi dan melakukan hal-hal sendiri karena mereka tidak puas - khususnya kelompok Houthi," kata Brown.

Baca juga: Diam-diam AS Membantu Israel dengan Intelijen-nya, dalam Serangan Udara Terhadap Hizbullah

Senada dengan Brown, Penasihat Komunikasi Keamanan Nasional AS, John Kirby menyebut Israel masih berada di bawah ancaman dari Iran dan kelompok proksinya.

"Kita harus berasumsi bahwa Iran tetap bersikap dan siap," kata Kirby, dikutip dari The Jerusalem Post.

Oleh karena itu, AS mempertahankan kehadiran militer yang “kuat” di kawasan tersebut, katanya, seraya menambahkan bahwa ini adalah situasi yang tidak dianggap enteng oleh AS.

"Ini situasi yang dinamis, dan kita harus menghadapinya seperti itu," ucap Kirby.

Pentagon juga mengatakan yakin Israel masih terancam oleh Iran dan proksinya.

"Saya akan menunjukkan beberapa komentar publik yang telah disampaikan oleh para pemimpin Iran dan pihak lain."

"Kami terus menilai adanya ancaman serangan," kata juru bicara Pentagon, Mayjen Angkatan Udara AS, Patrick Ryder.

Ingin Tetap Menyerang, tapi Hormati Kesepakatan Gencatan Senjata

Asap mengepul dari lokasi serangan udara Israel di Zibqin di Lebanon selatan pada 25 Agustus 2024, di tengah meningkatnya ketegangan lintas batas yang sedang berlangsung saat pertempuran terus berlanjut antara Israel dan militan Hamas di Jalur Gaza. Hizbullah mengatakan pada 25 Agustus dini hari telah meluncurkan lebih dari 320 roket ke Israel semalam, yang menargetkan serangkaian posisi militer, bahkan saat militer Israel mengatakan sedang melakukan serangan pendahuluan terhadap kelompok tersebut. Kawnat HAJU / AFP (Kawnat HAJU / AFP)

Baca juga: Hamas Tolak Syarat Baru Israel dalam Perundingan Gencatan Senjata di Gaza

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani mengabaikan keberhasilan serangan IDF pada hari Minggu.

Kanaani menjelaskan bahwa Israel telah kehilangan kekuatannya untuk mencegah dan bahwa keseimbangan strategis di kawasan telah bergeser merugikannya, menyusul serangan oleh Hizbullah.

"Meskipun mendapat dukungan menyeluruh dari negara-negara seperti Amerika Serikat, Israel tidak dapat memprediksi waktu dan tempat respons terbatas dan terkendali oleh perlawanan. Israel telah kehilangan kekuatan pencegahannya," kata Kanaani.

Kanaani menambahkan bahwa Israel "sekarang harus mempertahankan diri di wilayah pendudukannya" dan bahwa "keseimbangan strategis telah mengalami perubahan mendasar" yang merugikan Israel.

Sementara itu, Menlu Iran, Abbas Araqchi menekankan bahwa Republik Islam memiliki hak untuk membalas Israel atas pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran.

Baca juga: Misi Hizbullah Tercapai Saat Ini, Hassan Nasrallah Sebut Klaim Israel Sebagai Narasi Hollywood

Republik Islam menyalahkan Israel atas pembunuhan tersebut, meskipun Israel tidak mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu.

"Iran tidak ingin meningkatkan ketegangan. Namun, Iran tidak takut akan hal itu," kata Araqchi.

Araqchi mengatakan bahwa tanggapan Iran akan “pasti, penuh perhitungan dan akurat,” menurut pernyataan tersebut.

Ia kemudian mengatakan kepada Perdana Menteri Qatar, Mohammed Al Thani, bahwa Iran akan menghormati kesepakatan gencatan senjata Gaza, selama didukung oleh Hamas.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini