TRIBUNNEWS.COM - Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ) mengungkap dakwaan yang menargetkan sejumlah anggota senior pimpinan Hamas atas dugaan keterlibatan mereka dalam serangan 7 Oktober di Israel.
Dilansir ABC News, pengaduan pidana tersebut diajukan pada bulan Februari, tapi baru dibuka pada hari Selasa (3/9/2024) di Distrik Selatan New York.
Tuntutan pidana itu menyebutkan nama enam anggota struktur pimpinan Hamas dan merinci secara rinci apa saja aktivitas mereka.
Terdapat tujuh tuntutan pidana yang menargetkan para petinggi Hamas tersebut, yang berputar soal konspirasi serangan 7 Oktober, termasuk pengeboman dan kematian warga Amerika.
Nama-nama yang disebutkan dalam pengaduan pidana itu adalah Ismail Haniyeh, pemimpin Hamas yang dibunuh di Iran pada bulan Juli lalu, serta Yahya Sinwar, yang disebut oleh Menteri Luar Negeri Antony Blinken sebagai "pengambil keputusan utama" dalam negosiasi gencatan senjata.
Terdakwa lain yang tercantum adalah Mohammad Al-Masri, Marwan Issa, Khaled Meshaal, dan Ali Baraka.
Dakwaan ini sebelumnya dirahasiakan karena Departemen Kehakiman AS berharap dapat menangkap Ismail Haniyeh dan anggota lain dari dugaan konspirasi tersebut, kata seorang pejabat DOJ kepada ABC News.
Namun, mereka akhirnya mengungkap kasus ini sekarang karena tiga dari enam orang yang didakwa kini telah meninggal dunia dan mengingat perkembangan terakhir di wilayah tersebut.
"Sebagaimana diuraikan dalam pengaduan kami, para terdakwa tersebut, yang dilengkapi dengan senjata, dukungan politik dan pendanaan dari Pemerintah Iran, dan dukungan dari Hizbullah, telah memimpin upaya Hamas untuk menghancurkan Negara Israel dan membunuh warga sipil untuk mendukung tujuan tersebut," kata Jaksa Agung Merrick Garland dalam sebuah pernyataan yang mengumumkan dibukanya dokumen pengaduan tersebut.
Perundingan Upaya Gencatan Senjata
Dakwaan tersebut dibacakan setelah enam sandera Israel ditemukan tewas di Gaza.
Satu dari sandera yang tewas adalah pria berkewarganegaraan Amerika-Israel.
Baca juga: Netanyahu Tak Terima Diprotes: Mogok Kerja Massal di Israel akan Untungkan Yahya Sinwar
Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak berbuat cukup banyak untuk mengamankan kesepakatan gencatan senjata dan membawa pulang sandera yang tersisa, ABC News melaporkan.
Negosiasi telah terhenti dan Biden mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan kemungkinan upaya terakhir untuk membawa kedua belah pihak mencapai kesepakatan.
Saat ia berjalan masuk ke ruang pertemuan di Gedung Putih pada Senin (2/9/2024), Biden ditanya oleh seorang wartawan, "Menurut Anda, apakah sudah waktunya Perdana Menteri Netanyahu berbuat lebih banyak dalam masalah ini, apakah menurut Anda ia sudah berbuat cukup banyak?"