Aksi-aksi ini sangat ditentang oleh Arab Saudi.
Pada akhir Maret lalu, Kementerian Luar Negeri Arab Saudi menyatakan kecamannya sesuai Israel menyita 800 hektare tanah di Tepi Barat yang diduduki.
"Kerajaan Arab mengecam keras pengumuman pendudukan Israel," kata pernyataan Kementerian, dikutip dari Al Arabiya.
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi menekankan “tindakan tersebut melanggar hukum internasional dan resolusi yang relevan," Saudi Press Agency (SPA) melaporkan.
"Tindakan Israel merusak peluang perdamaian yang adil dan berkelanjutan, berdasarkan solusi dua negara," jelas pernyataan tersebut.
Arab Saudi juga meminta komunitas internasional untuk menghentikan pelanggaran sistematis yang dilakukan pemukim Israel dan meminta Tel Aviv mengembalikan tanah Palestina yang dicaplok.
Israel Sita 800 Hektare di Tepi Barat
Pada pertengahan Maret, Israel mengumumkan menyita 800 hektare tanah di Tepi Barat yang diduduki.
Menteri Keuangan, Israel Bezalel Smotrich mengumumkan penyitaan tersebut pada hari Jumat (21/3/2024).
"Sebanyak 800 hektare itu adalah tanah negara dan akan dibuka bagi pemukiman Yahudi," urainya, dikutip dari Al Mayadeen.
Diketahui, Israel punya rencana untuk membangun ribuan unit permukiman di tanah curian tersebut, termasuk kawasan industri, perdagangan, bahkan lapangan kerja.
Padahal, awal tahun ini saja, Israel telah mencaplok 2.640 dunam (tanah); terdiri dari 2.350 unit di Ma'ale Adumim; 300 di Keidar; dan 694 dalam Efrat, France24 melaporkan.
Israel merebut Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza dalam perang Arab-Israel tahun 1967.
Secara keseluruhan, wilayah-wilayah ini mewakili zona terbesar yang ditetapkan sebagai tanah negara Israel sejak Perjanjian Oslo pertama pada tahun 1993, menurut Peace Now.
Berdasarkan hukum internasional, keberadaan pemukiman di wilayah Palestina adalah ilegal.