TRIBUNNEWS.COM – Israel dituding ingin menjalankan taktik scorching-earth atau bumi hangus di Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Tudingan itu disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kan’ani lewat unggahan di media sosial X pada hari Sabtu, (7/9/2024).
Press TV melaporkan tudingan itu adalah reaksi Kan’ani atas operasi militer besar Israel selama 10 hari di Kota Nablus, Jenin, dan Tulkarem di Tepi Barat.
Dilaporkan ada puluhan orang yang tewas akibat operasi tersebut.
Pejabat Iran itu mengatakan Israel secara sadis telah menghancurkan semua infrastruktur di Gaza. Tak hanya itu, Israel juga mulai menghancurkan beberapa tempat di Tepi Barat, terutama Jeni dan Tulkarm.
“Israel yang putus asa ingin mencapai kemenangan atas kelompok perlawanan Palestina dan rakyatnya dan kini menjalankan strategi bumi hangus,” ujar Kan’ani.
Dia mengatakan beberapa laporan menyebutkan pasukan Israel telah menarik diri dari Jeni dan Tulkarm setelah 10 hari operasi militer di Jenin dan 4 hari operasi di Tulkarm.
Kan’ani mengingatkan negara-negara dan organisasi-organisasi internasional akan kewajiban moral dan hukum mereka untuk mencegah terulangnya kejahatan perang Israel di Tepi Barat.
Serbuan militer Israel di Jenin dan kamp pengungsi di sana telah menewaskan setidaknya 21 orang, termasuk lansia dan anak-anak. Israel juga menghentikan aliran air dan listrik.
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani pengungsi Palestina, UNRWA, mengatakan pekan kemarin merupakan pekan “paling mematikan” bagi warga sipil Palestina di Tepi Barat sejak November 2023.
Ketegangan di Tepi Barat turut meningkat sejak perang di Gaza meletus pada bulan Oktober 2023.
Baca juga: Diusir Pemukim Israel, Warga Palestina Mengungsi di Desa Kecil di Tepi Barat, Situasinya Menyedihkan
PBB: Israel gunakan taktik mematikan
Beberapa hari lalu PBB memperingatkan bahwa Israel menggunakan “taktik mematikan” terhadap warga Palestina di Tepi Barat.
Hal itu disampaikan oleh juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusia (OCHA), Stephane Dujarric, saat konferensi pers di New York, Amerika Serikat (AS), hari Selasa, (3/9/2024).
“PBB telah mencatat lebih dari dua puluh kematian selama sepekan terakhir, termasuk anak-anak,” ujar Dujarric.
Dia menyebut banyak organisasi yang dimobilisasi oleh OCHA yang mulai meninjau situasi di Jenin, tetapi Israel menghalangi akses.
“OCHA memperingatkan bahwa hambatan akses berdampak terhadap kemampuan untuk memberikan respons kemanusiaan yang bermakna,” ucap dia.
Kata dia, pergerakan ambulans dan tim kesehatan juga dihambat dan ditunda sejak awal mula operasi militer Israel di Tepi Barat.
Operasi terbesar Israel di Tepi Barat selama 20 tahun terakhir itu dimulai pada dini hari tanggal 28 Agustus lalu.
Israel menyebut operasi itu sebagai “Kamp Musim Panas” dan mengerahkan ratusan pasukan ke Jenin, Tulkarm, dan Tubas.
Dujarric memperingatkan bahwa pasukan Israel terus menggunakan “taktik mematikan”, termasuk serangan udara.
Saat berada di Tulkarm pada hari Sabtu, tim OCHA mengonfirmasikan ada 120 warga Palestina yang telantar karena rumah mereka dihancurkan Israel.
Baca juga: Aktivis Turki-AS Dibunuh IDF di Tepi Barat, Presiden Erdogan: Kami Minta Israel Bertanggung Jawab
“Pada saat peninjauan, ada 13.000 orang di kamp pengungsi Nour Shams yang tidak bisa mendapatkan air mengalir karena kerusakan jaringan air dan teramati adanya luapan limbah,” demikian laporan OCHA.
(Tribunnews/Febri)