TRIBUNNEWS.COM - Militer Israel mengatakan, kepala unit intelijen elit akan mengundurkan diri karena kegagalan mencegah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu.
Komandan Unit 8200 IDF, Brigjen Yossi Sariel, memberitahu atasan dan bawahannya pada Kamis (12/9/2024) bahwa ia bermaksud mengundurkan diri dari jabatannya.
Hal ini dilakukan Yossi Sariel hampir setahun setelah badan intelijen Israel gagal mencegah serangan Hamas pada 7 Oktober.
“Komandan unit 8200, (Brigadir Jenderal) Yossi Sariel, telah memberi tahu komandan dan bawahannya tentang niatnya untuk mengakhiri jabatannya,” kata militer dalam sebuah pernyataan, Kamis, dilansir Arab News.
“Perwira itu akan mengakhiri perannya dalam waktu dekat," lanjut militer Israel.
Surat Yossi Sariel
Diberitakan The Guardian, dalam surat empat halaman yang emosional kepada staf, Yossi Sariel mengatakan:
“Saya tidak memenuhi tugas yang saya harapkan dari diri saya sendiri, seperti yang diharapkan dari bawahan dan komandan saya, dan seperti yang diharapkan dari saya oleh warga negara yang sangat saya cintai.”
“Tanggung jawab atas peran 8200 dalam kegagalan intelijen dan operasional sepenuhnya berada di pundak saya.”
Adapun Yossi Sariel adalah pejabat senior pertahanan dan keamanan Israel terbaru yang mengumumkan pengunduran diri mereka terkait kegagalan atas serangan tahun lalu di Israel selatan.
Ketika itu, militan Palestina menewaskan hampir 1.200 orang dan menculik sekitar 240 orang.
Baca juga: Israel Mengaku Kalahkan Brigade Rafah Hamas, Temukan 203 Terowongan Unik yang Saling Terhubung
Setelah penyerangan tersebut, Unit 8200 – dan pimpinan Sariel atas unit militer yang pernah dibanggakan itu – berada di bawah pengawasan ketat atas perannya dalam apa yang secara luas dianggap sebagai salah satu kegagalan terbesar komunitas intelijen Israel.
Identitas Sariel sebagai komandan Unit 8200 – yang setara dengan Badan Keamanan Nasional AS atau GCHQ di Inggris – sebelumnya merupakan rahasia yang dijaga ketat di Israel.
Namun, pada April 2024, The Guardian mengungkapkan bagaimana kepala mata-mata itu membiarkan identitasnya terekspos secara online selama beberapa tahun.
Sebagai informasi, Unit 8200 yang bergengsi dan rahasia bertugas menguraikan dan menganalisis intersepsi dan sinyal intelijen lainnya.
Setelah 7 Oktober, Direktorat Intelijen Militer Israel dilanda krisis yang menyebabkan komandannya, Mayor Jenderal Aharon Haliva, mengumumkan pengunduran dirinya pada April 2024.
Militer mengatakan, saat itu Haliva telah meminta untuk dibebaskan dari tugasnya karena kegagalan direktorat tersebut untuk menggagalkan serangan 7 Oktober.
Media Israel pada hari Kamis menyiarkan salinan surat pengunduran diri Sariel di mana ia meminta "pengampunan" karena "tidak memenuhi misi yang dipercayakan kepada kami" pada tanggal 7 Oktober.
Pada bulan Juni, penyiar publik KAN mengungkapkan adanya laporan intelijen yang disiapkan oleh Unit 8200 pada September 2023 yang memperingatkan pejabat militer tentang persiapan Hamas untuk serangan itu.
KAN mengatakan dokumen Unit 8200 mencakup rincian pejuang elit Hamas yang berlatih untuk penyanderaan dan rencana penggerebekan terhadap posisi militer dan komunitas Israel di Israel selatan.
Baca juga: Rincian Serangan Paling Berani dan Berbahaya Israel di Suriah, Ternyata Sempat Dibatalkan 2 Kali
Serangan 7 Oktober mengakibatkan kematian lebih dari 1.205 orang, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi Israel.
Termasuk dalam hitungan itu adalah para sandera yang terbunuh dalam penahanan.
Serangan balasan Israel terhadap Hamas telah menewaskan sebanyak 41.118 orang di Gaza, menurut kementerian kesehatan wilayah itu.
Kantor hak asasi PBB mengatakan sebagian besar yang tewas adalah wanita dan anak-anak.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berulang kali menolak untuk membuka penyelidikan resmi 7 Oktober hingga perang di Gaza berakhir.
Update Perang Israel-Hamas
Diberitakan Al Jazeera, militer Israel terus menggempur Gaza, menewaskan 40 warga Palestina lainnya sementara kecaman internasional meningkat atas serangan Israel yang menewaskan sedikitnya 18 orang di sekolah yang dikelola Perserikatan Bangsa-Bangsa , termasuk enam pekerja bantuan.
Sekjen PBB Antonio Guterres menegaskan kembali tuntutannya untuk gencatan senjata segera di Gaza menyusul serangan terhadap sekolah al-Jaouni, dengan mengatakan “kekerasan mengerikan” di daerah kantong Palestina itu “harus dihentikan”.
Sekitar 25 persen orang yang terluka dalam perang Israel di Gaza – sebanyak 22.500 warga Palestina – mengalami cedera yang “mengubah hidup”, menurut Organisasi Kesehatan Dunia.
Pasukan Israel menyerang kamp pengungsi Nuseirat di Gaza tengah, menewaskan enam orang, sehingga jumlah total warga Palestina yang tewas di seluruh wilayah kantong itu dalam 24 jam terakhir menjadi 40.
Baca juga: Kepala Staf IDF Herzi Halevy akan Resign Desember Tahun Ini, Tentara Israel: Itu Hanya Gosip
Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan tidak ada bukti yang mendukung klaim Israel bahwa beberapa staf UNRWA yang tewas dalam serangan Israel di sekolah pusat Gaza adalah pejuang Hamas.
Di Tepi Barat yang diduduki, pasukan Israel mundur dari kota Tulkarem dan Tubas serta kamp-kamp pengungsi di dekatnya, setelah operasi militer yang mematikan dan berlangsung selama berhari-hari di provinsi utara.
Di Lebanon, setidaknya tiga orang, termasuk seorang anak, tewas setelah Israel melancarkan serangan pesawat tak berawak terhadap dua sepeda motor di sebuah desa selatan, menurut Kantor Berita Nasional negara itu.
USS Theodore Roosevelt sedang menuju pulang, mengakhiri langkah langka Pentagon untuk mempertahankan dua kapal induk Angkatan Laut AS di Timur Tengah selama berminggu-minggu di tengah kekhawatiran akan perang yang lebih luas.
Setidaknya 41.118 orang tewas dan 95.125 orang terluka dalam perang Israel di Gaza.
Di Israel, jumlah korban tewas dalam serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober sedikitnya 1.139 orang, sementara lebih dari 200 orang ditawan.
(Tribunnews.com/Nuryanti)