Ketika para mahasiswa tiba dengan pakaian pilihan mereka, terlihat perasaan lega di wajah-wajah mereka. Fotografer mulai mengambil foto bersama. Kini, program master bahasa Prancis jurnalisme internasional di Berlin akhirnya bisa dimulai.
"Ini adalah contoh nyata dari upaya terbaik yang dapat dilakukan Jerman dan Prancis," kata François Delattre, Duta Besar Prancis di Berlin, yang menjadi tuan rumah di malam pertemuan itu.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Upacara pembukaan di Kedutaan Besar Perancis di Berlin ini menandai dimulainya Program gelar master atas kerja sama antara Deutsche Welle Academy dan sekolah jurnalisme di Tours (École publique de journalisme de Tours).
Kementerian Federal untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan, BMZ, juga memberikan dukungan kepada sepuluh mahasiswa yang tiba di Jerman tanggal 2 September.
Targetkan mahasiswa jurnalis dari Afrika
Para mahasiswa ini berasal dari Burkina Faso, Pantai Gading, Maroko, Tunisia dan Senegal. Sebagian besar adalah jurnalis berpengalaman dari negara asal mereka dan akan menyelesaikan pelatihan selama dua tahun ke depan.
Tahun pertama, mereka akan belajar di kantor pusat Deutsche Welle di Bonn. Di tahun kedua, mereka melanjutkan pelatihan di EPJT di Perancis. Program ini diakhiri dengan magang selama tiga bulan di negara asal mereka.
Tujuan keseluruhan program ini adalah memperkuat lanskap media di negara-negara Afrika berbahasa Perancis dan negara-negara Maghribi. "Kita punya tanggung jawab besar terhadap kawasan ini," kata Peter Limbourg, Direktur Deutsche Welle.
"Itulah mengapa, penting bagi jurnalis yang seharusnya mengadvokasi kebebasan pers, terlatih dengan baik dan punya keterampilan yang diperlukan untuk bersaing di pasar yang sangat sulit ini."
Modul pelajaran dibuat khusus untuk kawasan
Modul verifikasi dan pemberantasan disinformasi sangat penting bagi jurnalis di kawasan ini, tegas Laurent Bigot, Kepala Sekolah Jurnalisme di Tours, dalam wawancara dengan DW. Di beberapa negara di kawasan ini terdapat perebutan pengaruh geopolitik. Berita palsu serta kampanye kotor terhadap Barat turut membentuk opini publik.
Kursus lebih lanjut di bidang manajemen media dimaksudkan untuk mengajarkan siswa bagaimana mengelola perusahaan media dengan sukses dan menjadikannya lebih tangguh. Namun menurutnya, hal yang paling penting adalah kesempatan bagi kedua belah pihak untuk membandingkan pengetahuan dan keterampilan mereka dengan tim editorial dan negara lain agar dapat saling belajar.
"Seperti teman-teman, saya juga berharap banyak," kata Marcos Podé, mahasiswa dari Pantai Gading. Dia sangat berminat pada konten jurnalisme investigatif.
Rekan senegaranya Ella Djiguimde mengangguk dan menambahkan: "Kami datang ke sini untuk mempelajari apa yang bisa jadi tidak dapat kami pelajari di negara sendiri. Keanekaragaman budaya dalam jurnalisme akan membantu kami mentransfer pengetahuan ini dengan lebih baik ke negara kami."
Kondisi sulit di negara asal
Ibrahim Billa dari Burkina Faso melaporkan keadaan pers di negara asalnya. Di sana, militer telah berkuasa sejak dua tahun lalu lewat kudeta. Sejak itu, pekerjaan pers jadi lebih sulit, katanya.
Billa mengatakan bosnya dikirim ke garis depan untuk melawan kelompok Islam di perbatasan Mali sebagai hukuman atas reportase buatannya. Bagi para mahasiswa, dua tahun ini juga adalah kesempatan untuk menekuni profesi jurnalis tanpa rasa takut.
"Saya merasakan hormat," kata Karamba Diaby, anggota Bundestag, "rasa hormat dan lega melihat ada generasi muda yang, meskipun situasi politik di beberapa negara sangat rumit, mengatakan: 'Kami di sini, kami terlibat konteks ini dan melakukan segala yang kami bisa untuk terus bekerja dalam kondisi yang ada.'"
Peter Limbourg juga menekankan dalam wawancara tersebut bahwa Deutsche Welle akan tetap aktif di negara-negara Afrika Utara dan Barat meskipun sikap permusuhan terhadap media Barat semakin meningkat.
"Penting bagi kita untuk menunjukkan, terutama di wilayah di mana terdapat banyak disinformasi dari berbagai pihak, termasuk Rusia, bahwa kami sebagai orang Eropa hadir dan bahwa kami tidak mengabaikan mitra kami di Afrika."
Mau kemana setelah lulus?
Amy Wade dari Senegal sudah tahu persis kemana tujuannya setelah dua tahun. Jurnalis olahraga ingin mendirikan perusahaan media yang mengkhususkan diri pada realitas atlet perempuan.
Ella Djiguimde dari Pantai Gading tersenyum lebar ketika ditanya apa rencananya setelah lulus. "Banyak yang akan kami lakukan... Saya ingin menjadi pemimpin redaksi di sebuah perusahaan media besar atau saya akan memulai bisnis saya sendiri di suatu tempat!"