Tak satu pun dari upaya ini mungkin membuahkan hasil, tetapi ini dianggap baik di ibu kota Arab dan Global South. Terlebih lagi ketika Tiongkok telah berulang kali mengkritik Amerika Serikat karena memblokir resolusi gencatan senjata segera di Gaza.
Dapat diduga, semua ini mengecewakan banyak warga Israel.
Sekitar sepertiga orang Yahudi Israel telah melaporkan perubahan negatif dalam persepsi mereka terhadap Tiongkok sejak 7 Oktober, dan beberapa pemimpin sektor swasta telah menyerukan konsekuensi finansial yang tepat, seperti melarang sementara perusahaan Tiongkok beroperasi di pelabuhan Israel.
Rezim Netanyahu tidak hanya mengomunikasikan "kekecewaan mendalam" kepada pejabat RRT tetapi juga mengirim dua delegasi lintas partai ke Taiwan tahun lalu—yang terakhir dikirim pada bulan April.
Hubungan bilateral menjadi lebih hangat dengan meningkatnya perdagangan dan kerja sama di bidang pendidikan, budaya, dan teknologi.
Akhir-akhir ini, pemerintah Taiwan telah menunjukkan dukungan yang tak tergoyahkan untuk Israel melalui pernyataan resmi.
Militer Taiwan telah memutuskan untuk belajar dari pengalaman Israel di bidang-bidang seperti pelatihan cadangan, pertahanan rudal, pengumpulan intelijen, UAV, dan ketahanan sipil.
Perlu dicatat bahwa setelah serangan Hamas terhadap Israel, Taipei telah menyumbangkan lebih dari setengah juta dolar kepada Israel untuk membantu para prajurit dan keluarga mereka serta untuk mendanai layanan kota.
Tentu saja, Taipei juga telah mengumumkan sumbangan serupa untuk membantu memasok warga Palestina di Gaza dengan makanan, air bersih, pakaian, dan tenda.
Namun, media publik Taiwan, seperti Taiwan-Plus, terus-menerus menyebarkan cerita tentang bagaimana masyarakat Taiwan bersimpati kepada Israel atas Palestina.
Dukungan Hungaria untuk Israel
Dukungan Perdana Menteri Hungaria Viktor Orbán untuk Netanyahu memang teguh. Budapest menganggap dukungan terhadap Israel sebagai "penting bagi keamanannya."
Hungaria mendukung rencana perdamaian "Visi Perdamaian" pemerintah AS. Rencana tersebut memberikan peluang realistis untuk akhirnya membawa perdamaian, keamanan, dan pembangunan ke Timur Tengah.
Hal ini juga ditunjukkan oleh proses normalisasi yang terjadi pada tahun 2020 antara Israel, Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko.