News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Lebanon Desak PBB Suntik Bantuan 427 Juta Dolar AS Untuk Pengungsi, Dalih Cegah Krisis Akibat Perang

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Orang-orang yang meninggalkan desa mereka di Lebanon selatan diterima di sebuah lembaga seni yang diubah menjadi tempat penampungan bagi orang-orang yang mengungsi akibat konflik, di Beirut pada 23 September 2024.

TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Lebanon mendesak organisasi perserikatan bangsa-bangsa (PBB) untuk menyuntikan bantuan ratusan juta dolar untuk mengatasi krisis pengungsi yang dipicu oleh serangan militer Israel di negara tersebut.

Dalam keterangan resmi yang dikutip CNN International, pemerintah Lebanon mengungkap bahwa negaranya saat ini membutuhkan bantuan senilai 427 juta dolar AS.

Dana bantuan itu rencananya akan digunakan untuk membangun tempat tinggal serta membiayai kebutuhan para pengungsi internal Lebanon.

“Semua bantuan melalui mekanisme transparan melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa, akan diimplementasi dan dikoordinasikan dengan negara Lebanon,” kata Menteri Informasi Ziad Makary, menurut Kantor Berita Nasional (NNA) yang dikelola pemerintah.

“Saat ini, sekitar 874 tempat penampungan telah didirikan, dengan semakin banyaknya pengungsi, terutama warga non-Lebanon, yang mencari perlindungan,” imbuh Makary.

Pengungsi Terpaksa Tidur di Trotoar

Sejak Israel menggempur perbatasan Lebanon, diperkirakan 1 juta orang di Lebanon telah mengungsi dalam beberapa minggu terakhir.

Mereka melarikan diri dari Lebanon ke Suriah demi menghindari serangan Israel yang baru-baru ini memulai invasi daratnya dengan melakukan serangan terbatas terhadap target-target Hizbullah di daerah perbatasan Lebanon.

Pasca ribuan orang mengungsi masal, antrean ribuan mobil yang ditumpangi berbagai penduduk desa di Lebanon selatan tampak tertahan dan mengular di ruas-ruas jalan utama dari jarak beberapa kilometer.

Mobil-mobil juga tampak berdesakan di kedua sisi jalan, seiring dengan bertambahnya jumlah orang-orang mengungsi ke Suriah untuk mencari perlindungan.

Imbas traffic lalu lintas yang padat orang-orang terpaksa menggelar kasur di trotoar jalanan. Kebanyakan orang mengatakan akan bermalam di sana untuk sementara waktu, demi menghindari serangan bom Israel di kawasan perbatasan.

Baca juga: Perang Timur Tengah, 51 Orang di Gaza Tewas Ketika Israel Tanpa Henti Luncurkan Serangan

Untuk menampung lonjakan pengungsi, pemerintah telah membuka sekolah-sekolah di Beirut.

Namun, warga Suriah melaporkan bahwa beberapa tempat menolak mereka untuk menyediakan tempat bagi warga Lebanon

Di tepi laut, orang-orang terlihat membangun kursi plastik menghadap udara atau duduk mengelilingi meja sambil minum kopi atau menghisap pipa argileh, sebagaimana dikutip dari APNews.

Adalah Fatima Chahine, seorang pengungsi Suriah, yang beberapa hari terakhir tidur di pantai umum Ramlet al-Bayda di Beirut bersama keluarganya dan ratusan orang asing.

“Malam sebelumnya, saya, suaminya, dan kedua anak kami naik sepeda motor dan melaju kencang keluar dari Dahiyeh, menghindari pengeboman dan serangan Israel," ujar Chahine.

“Alhamdulillah tidak ada yang terluka,” imbuhnya.

Pengungsi di Lebanon Alami Krisis Makanan

 Serangan Israel yang kian membabi buta mengakibatkan ratusan ribu penduduk Lebanon Selatan harus mengungsi.

Komite Penyelamatan Internasional (IRC) mengatakan bahwa 82 persen dari 200 keluarga pengungsi yang disurvei melaporkan kesulitan mendapatkan makanan yang mereka alami.

Sementara yang lain melaporkan kekurangan sarana tempat tinggal, produk kebersihan, dan air minum bersih, di antara kebutuhan lainnya.

 "Hampir setengah dari pengungsi yang terdampak masih berusia anak-anak," kata Direktur IRC untuk Lebanon, Juan Gabriel Wels, sebagaimana dilaporkan Aljazeera.

 "Kami menyaksikan kesenjangan yang mengkhawatirkan dalam perawatan kesehatan dengan kekurangan obat-obatan yang kritis dan terbatasnya akses ke layanan yang berpengaruh pada orang lanjut usia, anak-anak, dan mereka yang memiliki kondisi kronis," imbuhnya.

(Tribunnews.com/ Namira Yunia)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini