TRIBUNNEWS.COM -- Intelijen Barat mengungkapkan bahwa Korea Utara merupakan kontributor terbesar untuk Rusia dalam hal peluru artileri.
Dari tiga juga peluru yang digunakan oleh militer Moskow dalam peperangannya melawan Ukraina, setidaknya setengahnya berasal dari negaranya Kim Jong Un.
Setengah dari tiga juta peluru berarti Korea Utara telah mengirim setidaknya 1,5 juta peluru ke Moskow.
Baca juga: Eks Sekjen NATO: Ukraina Mesti Serahkan Sebagian Wilayahnya ke Rusia
Media asal Amerika Serikat The Times mengungkapkan, kini Rusia sangat tergantung dari pasokan Pyongyang.
Ekspor peluru dari Korut diyakini mulai dilakukan secara besar-besaran sejak pemimpin Rusia Vladimir Putin berkunjung menemui Kim Jong Un di Pyongyang awal tahun ini.
Disebutkan oleh intel tersebut, kualitas rudal kiriman Kim Jong Un ke Vladimir Putin berkualitas rendah.
Akan tetapi jumlahnya sangat besar sehingga membuat keuntungan bagi Rusia dengan penyerangan yang konsisten di garis depan.
Meskipun demikian, sumber tersebut menambahkan, Rusia menderita banyak korban di sehinggga 1.000 – 1.200 tentara per hari, 480 di antaranya dalam pertempuran untuk kota Pokrovsk di Oblast Donetsk saja.
Mereka juga mengatakan, Rusia saat ini tidak dapat secara bersamaan merebut Pokrovsk dan mengusir pasukan Ukraina keluar dari Oblast Kursk tanpa mobilisasi massa, tetapi otoritas Rusia tidak mengambil langkah ini.
Sumber tersebut menyatakan bahwa mereka tidak melihat tanda-tanda bahwa Putin akan mundur dari tujuan utamanya untuk menaklukkan kedaulatan Ukraina dan menambahkan bahwa mereka tidak melihat adanya prospek negosiasi dalam waktu dekat.
Baca juga: Eks Sekjen NATO: Ukraina Mesti Serahkan Sebagian Wilayahnya ke Rusia
Menurut perkiraan Korea Selatan, pada musim panas 2024, Rusia dapat menerima lima juta peluru artileri dari DPRK.
Bukti pengiriman baru rudal balistik Korea Utara ke Moskow juga baru-baru ini muncul.
Rusia Makin Tersendat
Sementara Institute for the Study of War (ISW) mengungkapkan kini Rusia makin tersendat dalam hal penyerangan dan menguasai kota-kota di Donbass.
Lembaga asal AS tersebut memprediksi, serangan Rusia di timur Ukraina akan mencapai puncaknya dalam beberapa bulan menjelang musim dingin.
Sementara pasukan Ukraina secara efektif bertahan secara berlapis di sepanjang garis kontak, secara bertahap menyerahkan wilayah sambil menyebabkan kerugian besar bagi pasukan Rusia.
Pertahanan ini memperlambat kemajuan Rusia, tetapi kesulitan operasional di pihak Ukraina menciptakan peluang bagi pasukan Rusia untuk memperoleh keuntungan taktis.
Rusia menghadapi kekurangan tenaga kerja dan peralatan, sehingga tidak mungkin mereka dapat mempertahankan upaya ofensif yang intensif ini lebih lama.
Pada tanggal 1 Oktober, pasukan Rusia merebut kota Vuhledar (Ugledar) di bagian barat Oblast Donetsk. Posisi ini dapat memberi mereka keuntungan taktis yang lebih baik untuk maju ke arah jalan raya H-15 (yang menghubungkan Donetsk dan Zaporizhzhia) dan mengurangi wilayah yang dikuasai Ukraina di bagian barat Oblast Donetsk.