Penerbangan Israel Dilanda Kekacauan: Ribuan Tentara IDF Terdampar di Luar Negeri
TRIBUNNEWS.COM - Krisis parah semakin memburuk di sektor penerbangan Israel.
Hal ini ditunjukkan oleh adanya ribuan warga Israel, termasuk tentara cadangan militer Israel (IDF) yang menerima perintah panggilan darurat (Pesanan 8), terdampar di luar negeri.
Ribuan warga Israel ini tidak bisa kembali ke negara pendudukan tersebut karena kurangnya jumlah penerbangan dan kenaikan harga tiket ke tingkat 'selangit'.
Baca juga: Bandara Ben-Gurion Target Empuk Serangan Iran-Hizbullah, Israel Pindahkan Simbol Nasional ke Eilat
Menurut laporan dari situs berita Ibrani, Calcalist, banyak warga Israel tidak dapat kembali ke negara itu karena konflik meningkat di Israel utara.
"Selain itu layanan transportasi umum telah dihentikan karena perayaan Rosh Hashanah (tahun baru Ibrani) dan perayaan Sabat," tulis laporan tersebut dikutip Khaberni, Sabtu (5/10/2024).
Krisis ini diperburuk oleh penurunan signifikan jumlah penerbangan dari maskapai asing, terutama setelah adanya rekomendasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Otoritas Penerbangan Eropa untuk menghindari penerbangan ke Israel hingga akhir Oktober mendatang karena alasan keamanan.
Rekomendasi ini menyebabkan perusahaan seperti Virgin Atlantic menunda dimulainya kembali penerbangan mereka ke Israel hingga Maret 2025, menurut Calcalist.
Harga Tiket yang Super-Mahal
Calcalist melaporkan bahwa maskapai penerbangan Israel, seperti El Al dan Arkia, baru-baru ini meningkatkan jumlah penerbangan ke bandara alternatif di Athena dan Larnaca untuk membantu memulangkan warga Israel yang terdampar, tetapi harga tiket tetap tinggi.
El Al menetapkan harga tiket ke Larnaca sebesar $199 dan Athena sebesar $299, sementara Arkia menghadapi kritik karena menjual tiket dengan harga berkisar antara $ 783 dan $ 899 pada jalur yang sama.
Tidak Adanya Transportasi Umum
Surat kabar tersebut mengatakan kalau mereka yang akhirnya dapat kembali ke Israel menghadapi tantangan lain, yaitu tidak adanya transportasi umum karena musim liburan dan penghentian layanan pada hari Sabat.
Hal ini menyebabkan ketergantungan pada mobil pribadi untuk mencapai titik pertemuan militer di utara negara pendudukan tersebut.
Meskipun ada pernyataan dari beberapa pejabat transportasi bahwa sistem ini dipersiapkan untuk situasi darurat, kurangnya layanan pada saat-saat kritis telah menimbulkan ketidakpuasan banyak orang.
Menurut laporan Calcalist, meskipun Kementerian Perhubungan Israel mengadakan 14 rapat darurat tahun lalu, Kementerian Perhubungan dikritik karena tidak efektif dalam menangani masalah-masalah terkait transportasi selama periode perang.
Tanpa Solusi dari Menteri Perhubungan Israel
Menteri Transportasi Israel, Miri Regev banyak dikritik karena cara dia menangani krisis ini.
Meskipun Israel berjanji untuk menyediakan “pesawat ulang-alik laut” dan penerbangan menggunakan pesawat “Hercules” milik Angkatan Udara Israel, namun belum ada satupun dari rencana tersebut yang dilaksanakan.
Kementerian Pertahanan menjawab bahwa menyediakan transportasi umum pada hari Sabat dan mengatur penerbangan memakai pesawat Hercules merupakan tanggung jawab Kementerian Perhubungan.
Regev juga bertemu dengan Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban untuk meminta perubahan rekomendasi Otoritas Penerbangan Eropa terhadap penerbangan ke Israel.
Namun, sejauh ini belum ada hasil nyata yang dicapai, sementara situasi keamanan yang terus memburuk menyebabkan banyak warga Israel terdampar di luar negeri tanpa solusi yang jelas.