TRIBUNNEWS.COM - Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky menyebut hubungan pertahanan dengan sekutunya harus diubah karena Korea Utara (Korut) telah mengirim personel serta senjata ke pasukan Rusia di Ukraina, Minggu (13/10/2024).
"Kami melihat bahwa aliansi antara Rusia dan rezim seperti Korea Utara semakin kuat," kata Zelensky dalam video berisi pidatonya, dikutip dari Reuters.
"Ini bukan hanya tentang transfer senjata, ini sebenarnya tentang transfer orang dari Korea Utara ke angkatan bersenjata penjajah," lanjutnya.
"Jelas bahwa dalam kondisi seperti itu hubungan kita dengan mitra kita perlu berkembang," tambah Zelensky.
"Garis depan membutuhkan lebih banyak dukungan. Kita berbicara tentang kemampuan jarak jauh yang lebih besar bagi Ukraina dan pasokan yang lebih berkelanjutan bagi pasukan kita, bukan sekadar daftar perangkat keras militer," papar Zelensky.
"Jelas bahwa dalam kondisi seperti itu hubungan kita dengan mitra kita perlu berkembang," tambahnya.
Sebelumnya, Korea Selatan (Korsel) juga sempat melontarkan pernyataan serupa, CNN melaporkan.
Seoul menduga Pyongyang sudah mengirim sejumlah personel militer untuk membantu Rusia berperang dengan Ukraina.
Sejauh ini, Korea Utara menepis tuduhan bahwa mereka memasok senjata kepada pasukan Rusia untuk digunakan dalam invasi ke Ukraina.
Awal bulan ini, Menteri Pertahanan Korea Selatan (Korsel), Kim Yong-hyun menuduh tentara Korut ikut bertempur bersama pasukan Rusia di Ukraina.
Kim pada hari Selasa (8/10/2024) mengatakan sangat mungkin kalau enam perwira Korea Utara tewas dalam serangan Rudal Kraina di dekat Donetsk pada Kamis (3/10/2024), lapor media Ukraina.
Baca juga: Vladimir Putin Hancurkan Bocharov Ruchey, Vila Liburan Favoritnya di Laut Hitam
"Kami menilai kemungkinan jatuhnya korban di kalangan perwira dan prajurit Korea Utara di Ukraina sangat besar, mengingat berbagai keadaan," kata Kim, dikutip dari France24.
Ia menambahkan bahwa Seoul mengharapkan Pyongyang mengirimkan lebih banyak pasukan untuk mendukung upaya perang Rusia.
"Masalah penempatan pasukan reguler kemungkinan besar disebabkan oleh kesepakatan bersama yang menyerupai aliansi militer antara Rusia dan Korea Utara," katanya.