TRIBUNNEWS.COM - Presiden Prancis Emmanuel Macron menggambarkan kematian pemimpin Hamas, Yahya Sinwar, sebagai titik balik dalam konflik antara Israel dan Palestina.
Pada hari Kamis (17/10/2024) Macron, yang selama ini mengkritik tindakan Israel di Gaza, mengatakan bahwa kematian Sinwar adalah titik balik yang harus segera dimanfaatkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Macron mengatakan bahwa kematian Yahya Sinwar ini bisa digunakan Netanyahu sebagai jalan keluar dari krisis di Timur Tengah yang semakin parah.
Dalam konferensi pers setelah pertemuan dengan pemimpin Uni Eropa di Brussels, Macron menyatakan bahwa kesempatan ini harus dimanfaatkan Israel agar semua sandera bisa dibebaskan dan perang bisa segera dihentikan.
"Kita harus memanfaatkan kesempatan ini untuk membebaskan para sandera dan mengakhiri perang," kata Macron kepada wartawan setelah pertemuan tersebut.
"Kita perlu mengakhiri operasi militer dan menerima gencatan senjata di Gaza, hal ini perlu dilakukan untuk membuka perspektif politik yang kredibel bagi warga Israel dan Palestina." sambungnya.
Namun demikian, Netanyahu sepertinya tak sependapat dengan usulan Macron ini.
Di dalam pidatonya yang mengumumkan kematian Sinwar, Netanyahu justru menyatakan bahwa perang Israel di Gaza belum berakhir.
Ia mengatakan bahwa perang benar-benar berakhir bila ia telah membawa semua sandera pulang.
"Hari ini kejahatan telah menerima pukulan berat, tetapi tugas kita belum selesai," pungkas Netanyahu.
Pemimpin rezim Zionis ini sendiri menggambarkan kematian Sinwar sebagai tekanan pada Hamas untuk menyerah.
Baca juga: Respons Netanyahu, Joe Biden, Kamala Harris dan Iran atas Kabar Kematian Pemimpin Hamas Yahya Sinwar
Kematian Yahya Sinwar sendiri telah dikonfirmasi Tentara Israel oleh Tentara Brigade 828 (Bislach) yang beroperasi di area Jalur Gaza selatan.
Setelah melalui proses identifikasi dan mengeliminasi data dari tiga individu lainnya yang ditemukan, Brigade Bislacg mengonfirmasi bahwa Yahya Sinwar telah dibunuh.
Rekaman drone yang dirilis oleh militer menunjukkan Sinwar sendirian di apartemen yang hancur, dengan satu lengan terluka parah dan kepalanya ditutup dengan syal kefiyeh.
Di rekaman tersebut tampak pula Sinwar sempat melemparkan tongkat kayu ke arah drone sebelum ia menghembuskan napas terakhirnya.
Profil Yahya Sinwar
Bagi Hamas, Yahya Sinwar adalah sosok yang begitu penting dalam pangku kepemimpinan organisasi tersebut.
Yahya Sinwar sendiri menduduki posisi tertinggi di Hamas pada bulan Agustus lalu setelah pembunuhan pemimpin sebelumnya, Ismail Haniyeh, di Tehran.
Sebelumnya, ia menjabat sebagai pemimpin kelompok pejuang di kawasan Jalur Gaza sejak 2017.
Sinwar sebelumnya berada di daftar orang paling dicari Israel.
Badan keamanan negara Israel percaya bahwa ia merupakan otak di balik serangan 7 Oktober 2023 di Israel selatan.
Serangan yang direncanakan dan dieksekusi oleh Sinwar tersebut menewaskan lebih dari 1.200 orang.
Selain itu, Hamas juga menyandera 251 orang ke Gaza dalam serangan yang digelar di tengah rangakaian acara Nova Music Festival tersebut.
Yahya Sinwar lahir di kamp pengungsi Khan Younis di Gaza selatan pada tahun 1962.
Pada akhir 1980-an, Sinwar mendirikan layanan keamanan Hamas yang dikenal sebagai Majd, yang tugasnya antara lain menargetkan dugaan kolaborator Palestina dengan Israel.
Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di penjara Israel dan setelah penangkapannya yang ketiga pada tahun 1988, ia dijatuhi hukuman empat kali penjara seumur hidup.
Sinwar sendiri dapat kembali ke kampung halamannya karena ia termasuk di antara 1.027 tahanan Palestina dan Arab Israel yang dibebaskan oleh Israel dalam pertukaran napi pada tahun 2011.
(Tribunnews.com/Bobby)