Setidaknya 200.000 orang telah terperangkap di kamp pengungsi Jabalia di Gaza Utara selama 17 hari, di mana tidak ada bantuan yang diizinkan masuk.
Pergerakan mereka sangat dibatasi, dan kondisinya memburuk setiap hari.
Hanya tiga dari 10 rumah sakit di Gaza Utara yang berfungsi, itupun hanya sebagian.
Rami Youssef (26) dan keluarganya di wilayah barat Jabalia termasuk di antara mereka yang dikepung oleh tank-tank Israel.
Mereka tidak memiliki akses ke makanan atau air, sementara pengeboman terus terjadi.
"Sama sekali tidak ada cara untuk melarikan diri; siapa pun yang mencoba memasuki atau meninggalkan kamp melalui rute selain yang ditentukan oleh tentara akan langsung terbunuh di tempat," katanya kepada The National.
Sementara itu, PBB mengatakan telah meminta akses ke wilayah utara Jalur Gaza sejak Jumat (18/10/2024) dari otoritas Israel, tetapi belum mendapatkannya.
"Beberapa tetangga kami pergi dalam beberapa hari terakhir, tetapi kami kehilangan kontak dengan mereka," kata Youssef.
"Mereka tidak berhasil mencapai kota Gaza atau kembali ke rumah."
"Kemungkinan tentara Israel membunuh mereka di sepanjang jalan. Tidak seorang pun tahu nasib mereka."
Philippe Lazzarini: Tidak Ada Makanan, Air dan Obat-obatan, Orang-Orang di Gaza Utara Menunggu untuk MatiĀ
Kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini, menyuarakan keprihatiannya atas situasi di Jalur Gaza, khususnya di bagian utara, yang dikepung oleh Israel tanpa pengiriman bantuan kemanusiaan.
Baca juga: UNRWA Bantah Klaim Israel soal Kematian Anggota Staf di Gaza Bersama Bos Hamas Yahya Sinwar
Melalui akun X-nya pada Selasa (22/10/2024), Lazzarini menulis:
"Hampir tiga minggu pemboman tanpa henti dari Pasukan Israel sementara jumlah korban tewas terus bertambah."
"Staf kami melaporkan bahwa mereka tidak dapat menemukan makanan, air, atau perawatan medis."