UWSA dilengkapi dengan persenjataan modern dan memiliki pasukan tempur yang terorganisasi dengan baik, menjadikannya kekuatan penting dalam konflik yang sedang berlangsung.
Kelompok etnis bersenjata lainnya di wilayah tersebut termasuk Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang [TNLA], yang mewakili kelompok etnis Ta'ang, dan Tentara Arakan [AA].
Meskipun AA terutama aktif di Myanmar bagian barat, kelompok ini sering bekerja sama dengan faksi pemberontak lainnya di wilayah tersebut.
Kelompok-kelompok ini memanfaatkan geopolitik wilayah yang kompleks dan medan yang terjal untuk melakukan operasi melawan pasukan pemerintah.
Salah satu kemungkinan alasan penembakan yang dilakukan China terhadap MiG-29 Myanmar bisa jadi karena dukungan rahasia Beijing terhadap beberapa kelompok pemberontak ini.
Hubungan terkuat antara China dan faksi pemberontak adalah dengan UWSA, yang beroperasi di timur laut Myanmar, dekat perbatasan China.
UWSA diketahui memiliki persenjataan canggih, termasuk senjata buatan China, dan rumor menunjukkan bahwa China memberikan dukungan finansial dan material, atau setidaknya menutup mata terhadap perdagangan senjata lintas perbatasan.
UWSA juga terkait dengan perdagangan narkoba, yang kemungkinan menjadi sumber pendapatan utama untuk mendanai kegiatan mereka.
Meskipun secara resmi Tiongkok menyangkal adanya dukungan langsung terhadap gerakan pemberontak di Myanmar, Tiongkok bermaksud untuk menjaga hubungan diplomatik yang stabil dengan pemerintah di Naypyidaw.
Meskipun demikian, karena kepentingan strategisnya di wilayah tersebut dan keberadaan minoritas etnis Tionghoa yang signifikan di Myanmar, Beijing sering bertindak sebagai mediator dalam konflik antara pemerintah Myanmar dan kelompok etnis.
Para pengamat percaya bahwa China menggunakan kekuatan pemberontak ini sebagai pengaruh untuk melindungi kepentingan ekonominya di kawasan tersebut, termasuk proyek infrastruktur dan akses ke sumber daya alam.
Ada pula laporan tentang hubungan tidak langsung antara Tiongkok dan Tentara Kemerdekaan Kachin [KIA], khususnya melalui jalur senjata ilegal dan perdagangan lintas batas.
KIA sering memperoleh persenjataan melalui Tiongkok, meskipun pemerintah Tiongkok secara resmi membantah keterlibatannya.
Meskipun demikian, kedekatan dan ikatan etnis membuat wilayah tersebut sangat sensitif bagi Beijing, yang memantau dengan saksama perkembangan di sepanjang perbatasan selatannya.