TRIBUNNEWS.COM - Tentara Mesir membantah laporan yang mengatakan Mesir membantu Israel dengan menerima kapal Jerman yang diduga membawa stok senjata untuk Israel.
“Angkatan Bersenjata Mesir dengan tegas menyangkal apa yang telah beredar di media sosial dan akun-akun mencurigakan dan apa yang dipromosikan mengenai bantuan kepada Israel dalam operasi militernya, secara umum dan rinci," kata juru bicara militer Mesir, Kolonel Gharib Abdel Hafez, di media sosial X, Kamis (31/10/2024).
Ia menekankan tidak ada bentuk kerja sama dengan Israel dan menyerukan semua orang untuk berhati-hati dengan informasi yang beredar.
“Angkatan bersenjata adalah perisai dan pedang negara untuk melindungi kemampuan mereka dan membela rakyat besar mereka,” katanya.
Sementara itu, Cairo News Channel mengutip sumber senior Mesir yang tidak disebutkan namanya yang juga membantah berita itu.
“Tidak benar apa yang diberitakan di beberapa media yang bias mengenai pelabuhan Alexandria yang menerima kapal Jerman, MV Katherine, yang membawa perlengkapan militer untuk Israel," kata sumber itu kepada Cairo News Channel.
Kapal Jerman Berlabuh di Pelabuhan Alexandria di Mesir
Sebelumnya, organisasi hak asai manusia Pusat Dukungan Hukum Eropa melalui pengacara mengajukan petisi ke pengadilan di ibu kota Jerman pada hari Rabu (30/10/2024) untuk mencegah pengiriman bahan peledak militer seberat 150 ton yang dibawa oleh kapal kargo Jerman, MV Katherine.
Menurut mereka, kapal tersebut ditujukan untuk perusahaan terbesar yang memasok bahan pertahanan di Israel, yaitu Elbit Systems.
"Data dari London Stock Exchange Group dan situs pelacakan kapal Marine Traffic menunjukkan kapal Jerman tersebut berlabuh di pelabuhan Alexandria, Mesir, pada hari Senin (28/10/2024) dan dijadwalkan berangkat pada tanggal 5 November," lapor Reuters, Kamis.
Gugatan itu menyatakan pengiriman bahan peledak tersebut dapat dimasukkan ke dalam amunisi yang digunakan dalam serangan Israel di Jalur Gaza, yang dapat berkontribusi pada dilakukannya kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Baca juga: Netanyahu Tolak Usulan Mesir soal Gencatan Senjata Israel-Hamas Selama 2 Hari di Jalur Gaza
"Kapal tersebut, karena memuat bahan peledak menuju Israel, dicegah memasuki beberapa pelabuhan Afrika dan pelabuhan lain yang menghadap ke Laut Mediterania, termasuk Angola, Slovenia, Montenegro, dan Malta," bunyi gugatan itu.
"Pihak berwenang Portugal baru-baru ini meminta kapal tersebut untuk mengibarkan bendera Jerman alih-alih bendera Portugal sebelum dapat melanjutkan perjalanan," lanjutnya.
Sementar itu, Jerman mengatakan kiriman tersebut tidak dimuat atau dikirim dari wilayahnya sehingga tidak memerlukan izin ekspor.
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 43.204 jiwa dan 101.640 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Jumat (1/11/2024) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Wafa Palestine.
Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada tahun 1948.
Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 sandera Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel