News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Perubahan Iklim Ancam Sektor Pertanian dan Peternakan Pakistan

Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi perubahan iklim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sektor pertanian sebagai tulang punggung Pakistan terancam dampak buruk perubahan iklim.

Pemerintah Pakistan dinilai belum melakukan tindakan konkret dalam menanggapi hal itu.

Peningkatan suhu, kemarau berkepanjangan, hujan deras, dan banjir besar telah menurunkan produksi pertanian di Pakistan

Komoditas seperti jagung, gandum, kapas, dan beras tergerus dampak negatif perubahan iklim. Lambat laun, akan mengancam ketahanan pangan dan sumber kehidupan di Pakistan, seperti dikutip dari laporan Islamkhabar, hari Rabu (20/11/2024).

Pakistan disebut termasuk dalam 10 negara paling rentan terhadap perubahan iklim. 

Negara ini kerap dilanda cuaca ekstrem yang intens dan berdampak buruk dalam jangka panjang.

Laporan Islamkhabar membeberkan lebih dari 500 orang meninggal setiap tahun akibat perubahan iklim, dalam kurun waktu 2001-2019.

Sementara itu, kerugian tahunan rata-rata mencapai USD3,2 miliar.

Climate Smart Agriculture (CSA) lembaga besutan Bank Dunia, memperkirakan petani di daerah pegunungan dan sepanjang Sungai Indus terkena dampak paling parah.

Produksi pertanian kemungkinan akan menurun secara signifikan, karena suhu tahunan diperkirakan meningkat hingga 2,8 derajat celsius, dan total curah hujan meningkat hingga 7 persen pada 2050.

“Perubahan musim hujan dan peningkatan suhu kemungkinan besar akan membawa tantangan besar bagi pertanian, khususnya di Pakistan utara, di mana kerentanan terhadap perubahan iklim sudah tinggi. Peningkatan suhu kemungkinan akan mempercepat siklus pertumbuhan tanaman dan memperpendek waktu antara menabur dan memanen, sehingga mempengaruhi hasil panen,” tulis laporan CSA.

Selain sektor pertanian, peternakan yang turut berperan penting di Pakistan juga terancam akibat perubahan iklim.

Tercatat sejak awal 2024, lebih dari 15.000 sapi mati di Karachi. Presiden Asosiasi Peternak Sapi dan Susu Shakir Umar Gujjar mengatakan para petani dibiarkan mengurus diri mereka sendiri oleh pemerintah.

Banyak peneliti dan aktivis yang mengecam pemerintah karena tidak bertindak konkret mengatasi hal ini.

“Bencana-bencana iklim ini gagal menggerakkan pemerintah untuk meneliti dokumen-dokumen kebijakan iklim yang telah dibuat selama bertahun-tahun dan mencari solusi dari dokumen tersebut,” kata jurnalis lingkungan Zofeen T. Ebrahim.

Seorang pengacara Pakistan bahkan menuduh pemerintah Islamabad melanggar hak asasinya karena kelambanan pemerintah dalam memenuhi target adaptasi perubahan iklim mengancam ketahanan pangan dan air.

Kurangnya kesiapan dan kelumpuhan kebijakan telah mempengaruhi kesiapan Pakistan untuk melindungi pertanian dari guncangan perubahan iklim.

Sobia Kapadia, seorang praktisi bantuan kemanusiaan, mengatakan “pemerintahan yang lemah” menyebabkan adanya “tindakan pemadaman kebakaran dan tindakan ad-hoc” setiap kali bencana iklim terjadi. Meskipun pemerintah di Islamabad tampaknya belum menyadari kenyataan ini, para pejabat asing yang tinggal di negara tersebut telah menyuarakan kekhawatirannya.

Sementara itu, Komisaris Tinggi Australia untuk Pakistan Neil Hawkins yang mengunjungi daerah pedesaan di Pakistan menyatakan keprihatinannya atas kelangkaan air yang parah dan dampak perubahan iklim terhadap ketahanan pangan dan gizi, terutama bagi anak-anak.

“Pada tahun 2047, Pakistan kemungkinan akan memiliki populasi dua kali lipat dan separuh air yang dimilikinya sekarang. Empat dari setiap sepuluh rumah tangga di Pakistan bergantung pada pertanian untuk penghidupan mereka,” ujar Hawkins.

“Ketahanan pangan mereka sudah menderita. Perempuan dan anak-anak adalah pihak pertama yang terkena dampaknya. Hampir seperlima anak balita menderita gizi buruk akut,” pungkasnya.

SUMBER

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini