Tentu saja publik tidak paham apa yang dimaksud revisi oleh Jokowi, pada bagian mana yang perlu direvisi. Pengetahuan Jokowi juga mungkin terbatas soal wacana Peristiwa 1965 tersebut. Bagian paling penting untuk direvisi adalah sehubungan peran Soeharto.
Dalam versi Orde Baru, peran Soeharto digambarkan demikian sakral, dan seolah tidak bisa diganggu gugat. Pada titik ini Fadli Zon bisa memberikan kontribusinya, sebagai salah seorang yang dianggap paling paham soal gerakan kiri di Indonesia, sejak era kolonial sampai tahun 1965. Fadli Zon bisa berangkat dari pertanyaan kunci: memang seagung itukah peran Soeharto dalam Peristiwa 1965.
Harapan berikutnya adalah ada pada Budiman Sudjatmiko (Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan), yang seolah memberikan sentuhan "kiri” pada kabinet sekarang. Selain Budiman sebagai lokomotif, masih ada nama-nama mantan aktivis pergerakan kiri lainnya, seperti Mugiyanto, Agus Jabo, Faisol Reza, dan Nezar Patria.
Sejarah seperti berulang
Di masa Orde Baru, kendati tidak setebal kabinet sekarang, pernah juga "orang kiri” masuk elite pemerintahan, yaitu Adam Malik saat diangkat sebagai Wapres (1978-1983). Adam Malik adalah kader Tan Malaka di Partai Murba. Tan Malaka sendiri adalah tokoh kiri, namun uniknya justru menjadi musuh besar PKI.
Saat Adam Malik menjadi Wapres, Pak Adam memberikan kontribusi penting, yang kiranya bisa dijadikan referensi Budiman Sudjatmiko dan kawan-kawan. Budiman dkk sebagai orang kiri, juga bisa memberikan terobosan signifikan, tidak sekadar nimbrung pada kekuasaan. Setidaknya ada dua kontribusi penting yang dilakukan Pak Adam. Pertama, mengusahakan pembebasan tapol Golongan B terkait Peristiwa 1965, baik yang ada (terutama) di Pulau Buru dan Lembaga Pemasyarakatan lainnya. Kedua, menghadang wacana pembongkaran Patung Tani (Jakarta Pusat, tidak jauh dari Markas Komando Korps Marinir TNI AL), yang digagas oleh Sarwo Edhie Wibowo (selaku Kepala BP7). Bila sampai hari ini Patung Tani masih berdiri kokoh di tengah Kota Jakarta, tentu ada sebagian sumbangsih Adam Malik di sana.
Budiman telah memperoleh momentumnya, kesempatan tidak datang dua kali. Rasanya tidak berlebihan bila Budiman dianggap sebagi "reinkarnasi” Tan Malaka. Sejak usia belia, saat masih duduk di bangku SMA Muhammadiyah 1 (MUHI) Yogyakarta, Budiman sudah giat membaca buku karya Tan Malaka. Penulis sendiri sempat menyaksikan Budiman duduk mojok di salah satu ruangan rumah kontrakan Komunitas Rode, tak jauh dari TMP Kusumanegara. Komunitas Rode sendiri sampai hari ini masik eksis.
Fadli Zon dan Budiman rasanya sudah sangat siap di panggung itu, sebagai reseprentasi Generasi 1990-an. Hanya mereka sendiri yang bisa menjawabnya, akan menjadi the legend kelak, atau sekadar numpang lewat.