TRIBUNNEWS.COM - Israel, melalui pejabatnya, telah mengumumkan niat untuk mengajukan banding terhadap surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.
Surat perintah ini berkaitan dengan tindakan Israel selama perang di Gaza yang dianggap melanggar hukum internasional, Al Jazeera melaporkan.
Dalam pernyataan resmi dari kantor Netanyahu, Israel menyatakan bahwa mereka akan berupaya menangguhkan pelaksanaan surat perintah penangkapan ini sambil menunggu proses banding.
Pengadilan ICC sebelumnya menyatakan ada bukti yang cukup untuk menganggap Netanyahu dan Gallant bertanggung jawab atas penggunaan kelaparan sebagai metode perang, termasuk pembatasan pasokan bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Kementerian Eropa dan Luar Negeri Prancis berpendapat bahwa Netanyahu mungkin memiliki kekebalan dari surat perintah tersebut, mengingat Israel bukan anggota ICC.
Pernyataan ini muncul sehari setelah pengumuman gencatan senjata antara Israel dan kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah, yang dimediasi oleh AS dan Prancis.
Namun, pandangan ini tidak lepas dari kritik dari sejumlah kelompok hak asasi manusia yang mempertanyakan legitimasi dan implikasi hukum dari pernyataan tersebut.
Sikap Israel terhadap ICC
Dalam pernyataan yang disampaikan oleh kantor Netanyahu, negara Israel menolak kewenangan ICC dan meragukan legitimasi surat perintah penangkapan yang dikeluarkan.
Baca juga: Batal Penuhi Janji, Prancis Sebut Netanyahu Kebal terhadap Surat Perintah Penangkapan ICC
Israel berpendapat bahwa langkah ini adalah bagian dari upaya untuk mempertahankan hak mereka dalam menjalankan kebijakan keamanan nasional, meskipun harus dihadapkan pada tuduhan pelanggaran hukum internasional.
Di saat yang sama, pengaruh negara-negara lain, seperti Prancis dan Italia, dalam hal ini menambah dimensi baru dalam diskusi mengenai hukum internasional dan keadilan.
Prancis Batal Penuhi Janji
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Prancis mengonfirmasi bahwa Netanyahu, memiliki kekebalan dari penuntutan di ICC.
Hal ini disampaikan pada Rabu (27/11/2024), sebagai tanggapan terbaru Prancis atas surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh ICC, France24 dan The Guardian melaporkan.
Prancis menjelaskan bahwa Netanyahu dilindungi oleh aturan kekebalan yang berlaku bagi negara yang bukan anggota ICC.
"Suatu negara tidak dapat dianggap bertindak dengan cara yang tidak sesuai dengan kewajibannya berdasarkan hukum internasional berkenaan dengan kekebalan yang diberikan kepada negara yang bukan merupakan pihak dalam ICC," ujar pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Prancis.
Kekebalan ini juga berlaku untuk menteri-menteri terkait lainnya dan harus diperhitungkan jika ICC meminta Prancis untuk menangkap dan menyerahkan mereka.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis, Christophe Lemoine sebelumnya memberikan tanggapan terhadap keputusan ICC.
Dia mengaku Prancis "telah memperhatikan keputusan ini sebagai pemenuhan komitmen jangka panjangnya untuk mendukung keadilan internasional."
Meskipun Prancis menegaskan kepatuhannya terhadap kerja independen ICC, Lemoine mengakui bahwa situasi ini rumit dari sudut pandang hukum.
Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, sebelumnya menyatakan bahwa beberapa pemimpin dapat menikmati kekebalan dari tuntutan ICC.
Saat ditanya apakah Prancis akan menangkap Netanyahu jika ia menginjak wilayah Prancis, Barrot tidak memberikan jawaban pasti.
Ia menekankan bahwa Prancis berkomitmen pada keadilan internasional dan akan bekerja sama dengan ICC.
Namun, ia menyatakan bahwa undang-undang pengadilan tersebut menangani masalah kekebalan bagi pemimpin tertentu.
"Keputusan ada di tangan otoritas kehakiman," tambahnya.
Amnesty International mengkritik keputusan Prancis untuk 'meloloskan' Netanyahu dari penangkapan.
Kelompok HAM tersebut menyebutnya dan bertentangan dengan kewajiban Prancis sebagai anggota ICC.
"Sangat bermasalah" kata Anne Savinel Barras, presiden Amnesty International Prancis.
Ketua Partai Hijau Prancis, Marine Tondelier, juga mengkritik sikap pemerintah, menyebutnya memalukan dan diduga sebagai hasil kesepakatan antara pemimpin Prancis dan Israel.
Pemerintah Inggris menyatakan bahwa Netanyahu dan Yoav Gallant dapat ditangkap jika mereka melakukan perjalanan ke Inggris.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)