News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Suriah

Rezim Assad Runtuh, Analis Militer: Tidak Ada yang Menduga Tentara Suriah Begitu Rapuh

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sebuah keluarga Suriah berpose untuk difoto dan mengibarkan bendera revolusi di luar benteng bersejarah Aleppo pada tanggal 5 Desember 2024, saat pasukan antipemerintah, yang dipimpin oleh kelompok Islam Hayat Tahrir al-Sham (HTS), merebut kota Hama di wilayah tengah Suriah, beberapa hari setelah merebut pusat komersial negara itu, Aleppo. - Banyak pihak terkejut dengan rapuhnya Tentara Suriah, yang telah bertempur selama bertahun-tahun dalam perang saudara yang mengerikan. (Photo by OMAR HAJ KADOUR / AFP)

TRIBUNNEWS.COM - Banyak pihak terkejut dengan rapuhnya Tentara Suriah, yang telah bertempur selama bertahun-tahun dalam perang saudara yang mengerikan.

Elias Hanna, seorang analis militer, menyoroti bahwa meskipun pasukan Suriah terus mengumumkan penempatan ulang dari berbagai kota, mereka gagal membangun pertahanan yang memadai terhadap kemajuan pemberontak.

"Tidak seorang pun menduga Tentara Suriah begitu rapuh," ungkapnya, dikutip dari Al Jazeera, Minggu (8/12/2024).

Ini menunjukkan bahwa ada kurangnya keinginan dari pasukan untuk bertempur, terutama dari Aleppo hingga ke ibu kota.

Hanna juga mengajukan pertanyaan penting tentang ketidakhadiran Divisi Keempat Tentara Arab Suriah, yang merupakan pasukan bersenjata lengkap di bawah komando Maher al-Assad, saudara dari Presiden Bashar al-Assad.

“Ke mana pasukan ini pergi? Ke mana peralatan mereka?" tanya Hanna, menciptakan keraguan tentang struktur dan kesiapan Tentara Suriah.

David Des Roches, seorang profesor madya di Pusat Studi Keamanan Asia Selatan-Timur Dekat, menjelaskan bahwa keberhasilan serangan pemberontak berkaitan erat dengan kurangnya moral dan kepemimpinan dalam Tentara Suriah.

Menurutnya, sejak intervensi Iran dan Rusia pada tahun 2014, laporan mengenai kepemimpinan yang buruk dan korupsi di antara pasukan rezim semakin marak.

Ia menegaskan, "Ketika kekuatan udara Rusia disingkirkan, yang tersisa adalah lembaga yang mengalami demoralasi dan dipimpin dengan buruk.”

Hal ini semakin memperburuk kondisi tentara, yang kini enggan mengambil risiko dalam situasi kritis.

Baca juga: Bashar al-Assad Kabur dari Damaskus: Oposisi Rayakan Kebebasan

Pemerintahan Al-Assad

Keluarga al-Assad telah memerintah Suriah selama lebih dari 50 tahun.

Hafez al-Assad, ayah dari Bashar al-Assad, mulai berkuasa sejak tahun 1971 hingga kematiannya pada tahun 2000.

Setelah itu, Bashar, mantan mahasiswa kedokteran, menggantikan posisi sebagai presiden dan pemimpin Partai Baath.

11 tahun setelah Bashar al-Assad mengambil alih, warga Suriah mulai menuntut reformasi demokrasi.

Respons al-Assad terhadap protes ini adalah tindakan keras, yang berujung pada konflik bersenjata yang mengakibatkan ratusan ribu jiwa melayang.

Ia dituduh menggunakan senjata kimia terhadap warga sipil dan meski tidak pernah memenangkan perang.

Al-Assad berhasil mempertahankan kekuasaan dengan dukungan dari pengikutnya, termasuk partai politik minoritas Alawite.

Awal Era Baru di Suriah

Oposisi bersenjata Suriah menyatakan bahwa runtuhnya pemerintahan al-Assad menandai akhir dari era penindasan yang panjang.

Dengan demikian, meskipun keruntuhan rezim Assad menunjukkan potensi perubahan, tantangan besar masih mengadang di depan.

Apakah Suriah akan mampu bertransisi menuju pemerintahan yang lebih stabil dan demokratis?

Hanya waktu yang akan menjawab pertanyaan tersebut.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini