TRIBUNNEWS.COM - Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump keberatan jika AS terlibat dalam konflik di Suriah.
Trump mengatakan AS seharusnya tidak terlibat dalam konflik di negara Timur Tengah tersebut.
“Suriah memang berantakan, tapi dia bukan teman kita, dan Amerika Serikat seharusnya tidak melakukan apa pun terhadap hal itu. INI BUKAN PERJUANGAN KITA. BIARKAN ITU BERMAIN. JANGAN TERLIBAT!,” kata Donald Trump dalam sebuah unggahan di platform media sosialnya, Truth Social.
Trump mengatakan, Rusia menjadi sekutu Bashar al-Assad, terlibat dalam perang dengan Ukraina, dan terbukti tidak mampu menghentikan tindakan nyata melalui Suriah.
Sementara, Rusia telah melindungi Suriah selama bertahun-tahun.
Jika Rusia dipaksa keluar dari Suriah, “ini mungkin merupakan hal terbaik yang bisa terjadi pada mereka” karena “tidak ada banyak manfaat di Suriah bagi Rusia,” kata Donald Trump.
Komentar Trump tampaknya mencerminkan penolakannya terhadap kehadiran sekitar 900 tentara AS di Suriah, sebagian besar dari mereka berada di timur laut, tempat mereka mendukung aliansi pimpinan Kurdi Suriah dalam mencegah kebangkitan militan ISIS.
Di tahun 2018 saat menjadi Presiden AS Donald Trump pernah menyatakan keinginannya menarik pasukan AS karena dia mengatakan ISIS hampir kalah di Suriah.
Baca juga: Oposisi Rayakan Kemenangan Rebut Damaskus, Negara Tujuan Berlindung Bashar Al-Assad Masih Misterius
Namun dia menundanya karena para penasihatnya memperingatkan bahwa penarikan pasukan akan meninggalkan kekosongan yang akan diisi oleh Iran dan Rusia.
Rusia Minta Dialog Pemerintah Suriah dan Pemberontak
Rezim Bashar al-Assad selama ini didukung penuh oleh Rusia dan rezim ini juga berkoalisi dengan Iran. Rusia tidak senang atas kemenangan oposisi di Suriah.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan Moskow akan melakukan “segala upaya untuk mencegah teroris berkuasa”, ketika pemberontak Suriah semakin maju.
“Hari ini kami sepakat dengan Iran dan Turki untuk mengeluarkan seruan keras,” kata Sergey Lavrov di Forum Doha di Qatar.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan dia dan rekan-rekannya dari Iran dan Turki menyerukan “diakhirinya aktivitas permusuhan” di Suriah.
Berbicara kepada Al Jazeera di Forum Doha di ibu kota Qatar pada hari Sabtu, Lavrov mengatakan Rusia, Iran dan Turki menyatakan dukungan untuk “dialog antara pemerintah dan oposisi yang sah” di Suriah.
Ketiga negara tersebut telah terlibat sejak tahun 2017 dalam apa yang disebut perundingan Format Astana yang mengupayakan penyelesaian politik di Suriah.
Para diplomat utama dari 3 negara itu, yakni Sergey Lavrov bersama Abbas Araghchi dari Iran, dan Hakan Fidan dari Turki. bertemu dalam format trilateral di sela-sela Forum Doha .
“Kami menyerukan agar aktivitas permusuhan segera diakhiri. Kami menyatakan, kami semua, bahwa kami ingin Resolusi 2254 [Perserikatan Bangsa-Bangsa] dilaksanakan sepenuhnya, dan untuk tujuan ini, kami menyerukan dialog antara pemerintah dan oposisi yang sah,” kata Lavrov.