TRIBUNNEWS.COM - Seorang juru bicara otoritas transisi baru Suriah telah menimbulkan kemarahan luas setelah pernyataan kontroversial tentang peran dan dugaan “sifat” perempuan dalam wawancara sebuah program TV.
"Seorang wanita merupakan elemen penting dan terhormat dalam masyarakat, tetapi tugasnya harus sesuai dengan peran yang dapat dijalankannya," buka Obeida Arnaout , juru bicara otoritas politik baru Suriah kepada stasiun televisi Lebanon Al-Jadeed.
"Misalnya, jika kita katakan seorang wanita bertanggung jawab atas kementerian pertahanan, apakah ini sesuai dengan keberadaannya dan sifat psikologis serta biologisnya? Tidak diragukan lagi bahwa ini tidak sesuai, " ucapnya.
"Bisakah dia menjalankan tugas dan tanggung jawab yang melekat pada peran ini seperti seorang pria? Menurut saya, dia tidak bisa."
Arnaout menambahkan bahwa perempuan akan diizinkan untuk mengambil "peran apa pun yang dapat mereka lakukan", dan mengatakan bahwa peran yang diizinkan akan "ditentukan oleh komite konstitusional".
Ia juga mengatakan, wanita Kristen dan wanita dari sekte lainnya tidak akan dipaksa mengenakan jilbab, setelah pemimpin HTS Ahmad Al-Sharaa memicu kontroversi dengan meminta seorang wanita non-hijabi untuk mengenakan jilbab di hadapannya.
Ketika ditanya apakah perempuan akan dibolehkan menjabat sebagai hakim, Arnaout mengelak.
"Terkait apakah seorang perempuan dapat menduduki jabatan peradilan, ini bisa menjadi bidang studi dan penelitian bagi para spesialis. Masih terlalu dini untuk membicarakan hal seperti ini sejauh menyangkut perempuan," katanya.
Adapun sejak memimpin serangan pemberontak yang menggulingkan diktator lama Suriah Bashar al-Assad, kelompok Islam Hayat Tahrir al-Sham telah berupaya memberikan jaminan bahwa mereka akan menghormati hak-hak perempuan dan kaum minoritas di Suriah yang baru.
Dalam wawancara dengan BBC pada hari Rabu, Al-Sharaa mengatakan bahwa pendidikan bagi perempuan akan terus berlanjut dan Suriah tidak akan diperintah seperti Afghanistan yang diperintah Taliban.
Namun, komentar seksis Aranaout disambut dengan rasa khawatir dan marah oleh para wanita Suriah, sembari memicu ejekan di media sosial.
Baca juga: Niat Erdogan Habisi ISIL dan Pejuang Kurdi di Suriah, Termasuk Militan yang Dibela AS
Rafif Jouejati, Wakil Presiden Ahrar, Partai Liberal Suriah , mengatakan kepada The New Arab bahwa komentar Arnaout menunjukkan "ketidaktahuannya yang mendalam mengenai peran yang dimainkan perempuan Suriah setiap hari dalam semua aspek kehidupan".
"Wanita Suriah tidak berjuang dalam revolusi kami demi kebebasan, demokrasi, dan kesetaraan selama lebih dari 13 tahun agar dia mengeluarkan pernyataan yang bertentangan dengan semangat dan tujuan revolusi."
Ia mengimbau Arnaout untuk segera menarik kembali dan meminta maaf atas komentarnya, sembari mengatakan HTS harus bertemu dengan organisasi-organisasi perempuan, sehingga Arnaout dan pejabat lainnya "dapat lebih terdidik mengenai kemampuan perempuan untuk memimpin di ruang publik, di kementerian, termasuk ya - pertahanan.