TRIBUNNEWS.COM - Pada Kamis (3/12/2024), seorang pejabat senior Gedung Putih mendorong pemerintah Ukraina untuk mempertimbangkan penurunan usia wajib militer menjadi 18 tahun.
Usulan ini ditujukan untuk mengatasi kehilangan tenaga kerja di wilayah Donbas, di mana pasukan Rusia telah menunjukkan kemajuan signifikan.
"Yang dibutuhkan saat ini adalah tenaga kerja," ujar pejabat yang tidak disebutkan namanya tersebut kepada wartawan di Washington, dikutip dari Al Jazeera.
Ini mencerminkan situasi mendesak di lapangan, di mana tambahan personel dinilai dapat memberikan dampak signifikan.
Namun, di tengah seruan tersebut, para petinggi Ukraina belum menunjukkan ketertarikan untuk membahas masalah ini.
Seorang sumber dari Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina menyatakan, "Tidak ada pertemuan yang diadakan untuk membahas masalah ini. Tidak ada usulan untuk menurunkan usia wajib militer."
Kyiv secara resmi merespon dengan penolakan.
Ukraina beralasan bahwa peralatan militer dari Barat yang dijanjikan belum tiba dengan tepat waktu.
Di tengah kritik tersebut, penting untuk melihat kondisi demografi Ukraina.
Sebelum runtuhnya Soviet pada tahun 1991, populasi Ukraina mencapai 50 juta jiwa.
Saat ini, angka kelahiran di kalangan wanita Ukraina berada di salah satu tingkat terendah di Eropa.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1019: Trump dan Zelensky Bertemu di Prancis
Lebih dari 6 juta warga Ukraina kini hidup di Krimea yang dianeksasi, sementara jutaan lainnya telah melarikan diri ke Eropa dan tempat lainnya.
Dengan lebih dari 81 persen wilayah Ukraina dikuasai Kyiv sebelum perang, situasi ini menunjukkan tantangan besar dalam mencukupi kebutuhan sumber daya manusia di medan perang.
Di tengah hiruk-pikuk ini, suara seorang ibu, Serhiy Neela, menggugah emosi.