TRIBUNNEWS.com - Israel melayangkan ancaman terhadap oposisi suriah, Hay'at Tahrir Al-Sham (HTS).
Hal ini disampaikan jurnalis dan analis politik Israel, Barak Ravid, dalam wawancara dengan CNN.
Ravid mengatakan pesan ancaman itu disampaikan Israel kepada HTS lewat tiga pihak.
Israel, kata Ravid, memperingatkan HTS untuk tidak mendekati perbatasan.
"Kami (tentara pendudukan Israel) tak akan tinggal diam jika HTS mendekati perbatasan," ujar Ravid menirukan pesan itu, Sabtu (14/12/2024).
Ia menambahkan, Israel memiliki hubungan dekat dengan beberapa kelompok di Suriah, terutama kelompok Kurdi di wilayah utara negara itu.
Ravid juga menyebut Israel akrab dengan komunitas Druze di Dataran Tinggi Golan Suriah.
"Terkait dengan Druze di Suriah, Israel telah memberi tahu Druze di Israel, Mereka (Druze di Israel) akan melakukan intervensi jika komunitas Druze di Suriah terancam," ungkap Ravid.
Ravid mencatat, Israel menunjukkan keraguan besar terhadap HTS.
Keraguan itu jauh lebih besar dibanding yang ditunjukkan oleh pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, atau negara-negara Eropa terhadap kelompok tersebut.
Ia menyatakan Israel saat ini berupaya melemahkan kemampuan tentara Suriah yang tersisa.
Baca juga: Rusia Beres-beres Peralatan Militer di Pangkalan Suriah, Pakai Pesawat Kargo Terbesar di Dunia
Ia juga menekankan, Israel akan terus mengebom fasilitas-fasilitas militer yang tersisa dalam beberapa hari mendatang, yang mencerminkan tujuan rezim Zionis untuk melemahkan tentara Suriah.
Ravid menyatakan Israel bermaksud memanfaatkan situasi saat ini untuk memastikan pihak manapun yang menguasai Suriah dalam beberapa tahun mendatang, akan membutuhkan waktu lama untuk membangun kembali tentaranya.
Israel Klaim Kuasai Sebagian Wilayah Udara Suriah
Sebelumnya, Israel dilaporkan telah menjatuhkan 1.800 bom di sekitar 500 target di Suriah.
Komando militer Israel mengatakan telah menghancurkan sebagian besar pertahanan udara Suriah.
Saat ini, Angkatan Udara (AU) Israel mengklaim mampu melakukan operasi secara aman di wilayah udara Suriah, setelah menguasai sebagian besar wilayah udara negara tersebut.
Media Israel melaporkan, jatuhnya rezim Bashar al-Assad memungkinkan militer Israel menggunakan wilayah udara Suriah untuk menyerang Iran lewat jarak jauh.
Diketahui, pertahanan udara Suriah digambarkan sebagai salah satu yang terkuat di Timur Tengah.
Tetapi, dengan jatuhnya rezim Assad, militer Israel secara cepat melanggar kedaulatan dan melancarkan operasi udara besar-besaran terhadap Suriah.
Serangan-serangan Israel di Suriah dianggap melanggar hukum oleh para ahli PBB, yang mengatakan rezim Netanyahu telah melanggar hukum internasional.
Baca juga: Rezim Assad Tumbang, HTS Temukan Gudang Captagon di Damaskus, Bersumpah Hancurkan
Surat kabar Israel, Maariv, melaporkan militer Israel telah menyerang sekitar 400 target pertahanan strategis di Suriah selama beberapa hari terakhir.
Sementara, sekitar 350 serangan udara menargetkan sistem pertahanan udara dan puluhan fasilitas produksi di Damaskus, Homs, Tartus, Latakia, dan Palmyra.
Serangan udara lainnya menargetkan rudal balistik Suriah, rudal jelajah, pesawat nirawak, jet tempur, helikopter serang, radar, tank, dan hanggar.
Operasi yang diberi nama "Panah Bashan" ini merujuk pada wilayah Alkitab yang meliputi Dataran Tinggi Golan dan sebagian wilayah barat daya Suriah.
Skala serangan secara luas ditafsirkan sebagai cerminan ambisi ekspansi rezim Israel yang lebih luas.
Tindakan ini dipandang sebagai indikasi yang jelas, ketika diberi kesempatan, "Israel" berupaya menduduki wilayah di Suriah.
Tumbangnya Rezim al-Assad
Diketahui, rezim Presiden Suriah, Bashar al-Assad, tumbang setelah puluhan tahun berkuasa, Minggu(7/12/2024), ketika ibu kota Damaskus jatuh ke tangan oposisi.
Setelah bentrokan meningkat pada 27 November 2024, rezim al-Assad kehilangan banyak kendali atas banyak wilayah, mulai Aleppo, Idlib, hingga Hama.
Akhirnya, saat rakyat turun ke jalanan di Damaskus, pasukan rezim mulai menarik diri dari lembaga-lembaga publik dan jalan-jalan.
Dengan diserahkannya Damaskus ke oposisi, rezim al-Assad selama 61 tahun resmi berakhir.
Al-Assad bersama keluarganya diketahui melarikan diri dari Suriah, usai oposisi menguasai Damaskus.
Rezim al-Assad dimulai ketika Partai Baath Sosialis Arab berkuasa di Suriah pada 1963, lewat kudeta.
Baca juga: Obok-obok Suriah, Tentara Israel Kini Tahu Daleman Militer Suriah: Tank Berkarat, Night Vision Ampas
Pada 1970, ayah al-Assad, Hafez al-Assad, merebut kekuasaan dalam kudeta internal partai.
Setahun setelahnya, Hafez al-Assad resmi menjadi Presiden Suriah.
Ia terus berkuasa hingga kematiannya di tahun 2000, yang kemudian dilanjutkan oleh al-Assad.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)