TRIBUNNEWS.COM – Meskipun Hayat Tahrir al-Sham (HTS) berhasil menumbangkan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad, kelompok itu disebut bukan pemenang utama dalam konflik Suriah.
Sejumlah orang memilih menyebut Israel dan Turki sebagai pihak yang paling diuntungkan.
Sebagai contoh, Wiam Wahhab, seorang politikus dan jurnalis berkebangsaan Lebanon, mengklaim Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu adalah satu-satunya pemenang dalam perang Suriah.
Dikutip dari Shaam, dia berujar perang Suriah pada dasarnya adalah manuver politik yang diatur oleh kekuatan-kekuatan internasional untuk membentuk ulang kawasan Timur Tengah.
Kemudian, dia menyinggung perpecahan antara Assad dan Rusia. Menurutnya, perpecahan itu bemula dari penolakan Assad untuk bertemu dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Penolakan itu membuat Rusia naik pitam.
Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin juga menyebut Israel pemenang utama atau “pihak utama yang mendapat manfaat” dari tumbangnya rezim Assad.
Segera setelah rezim itu jatuh, Israel mengerahkan tentaranya ke buffer zone atau zona penyangga di sisi Suriah.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) lalu melancarkan ratusan serangan udara untuk menghancurkan gudang senjata dan peralatan militer Suriah.
Menurut IDF, pihaknya berhasil menghancurkan sebagian besar kekuatan militer strategis rezim Asaad. Israel mengatakan serangan itu bertujuan untuk mencegah senjata jatuh ke tangan musuh.
“Suriah mengecam perampasan wilayah Suriah. Ini sudah jelas,” kata Putin dikutip dari Times of Israel.
Putin menyebut Israel telah masuk hingga 25 km ke dalam wilayah Suriah. Dia berharap Israel nantinya akan mundur dari wilayah Suriah.
Baca juga: Turki dan Lebanon Akan Kerja Sama usai Penggulingan Assad, Erdogan: Era Baru Telah Dimulai di Suriah
“Tetapi kini Israel membahwa pasukan tambahan ke sana. Saya pikir sudah ada beberapa ribu di sana. Dan saya punya kesan bahwa mereka tak hanya tidak akan pergi dari sana, tetapi juga memperkuat diri di sana,” ujar Putin.
Selain Israel, Turki juga dianggap sebagai pemenang utama konflik Suriah.
Henri J. Barkey, seorang pakar kajian Timur Tengah di Dewan Hubungan Internasional AS, mengatakan tumbangnya Assad telah memberi Turki “keunggulan” di Timur Tengah yang sedang bertransformasi.
“Dalam banyak hal, Turki adalah pemenang sejati di sini. Namun, waktu akan membuktikannya, dan jika [Presiden Turki] Erdogan main berlebihan, dia bisa mengacaukan segalanya karena Israel dan AS tidak akan mengizinkan itu terjadi,” kata Barkley dikutip dari Iran International.
Erdogan sudah lama dikenal sebagai pendukung kelompok pemberontak yang melawan rezim Assad yang didukung Iran.
Kata Barkley, para pemberontak Sunni memanfaatkan kerentanan Iran di Timur Tengah selama 14 bulan konflik melawan Israel. Mereka akhirnya berhasil mengalahkan Assad.
Sementara itu, Patrick Clawson, peneliti di Institut Washington, mengatakan nantinya orang Suriah akan menghadapi hari-hari rumit dalam hubungan mereka dengan Turki.
“Turki tak punya uang untuk membayar apa yang dibutuhkan Suriah. Iran tak membayar banyak, hampir tidak sesuai dengan aturan. Itulah salah satu alasan pasukannya tumbang,” kata Clawson.
Adapun Presiden AS terpilih Donald Trump pada hari Senin kemarin mengatakan Turki adalah “penentu utama” dalam hal apa yang akan terjadi di Suriah.
“Turki melakukan pengambilalihan secara kasar tanpa kehilangan banyak nyawa,” kata Trump dalam konferensi pers di Florida.
“Seperti yang kalian tahu, saat ini Suriah punya banyak ketidakpastian. Saya pikir Turki akan memegang kunci penting bagi Suriah.”
Baca juga: Turki Tumpuk Pasukan di Perbatasan Suriah, AS Cemas, Invasi ke Suriah Bisa Segera Terjadi
(Tribunnews/Febri)