TRIBUNNEWS.COM - Pertahanan Sipil Suriah (White Helmets) mengeluarkan pernyataan terkait penemuan kuburan massal di dekat ibu kota Suriah, Damaskus.
Menurut White Helmets, pihak berwenang harus melindungi kuburan massal tersebut.
Mereka khawatir dengan ditemukannya kuburan massal ini, proses penyelidikan jenazah-jenazah dilakukan dengan cara tidak profesional.
Kelompok ini tidak ingin proses bukti forensik di kuburan massal ini rusak karena adanya penggalian acak.
Bukti forensik ini harus dilindungi agar dapat mengungkap identitas dan upaya pertanggungjawaban bisa dilakukan.
Mereka meminta kepada pihak berwenang dan pemerintahan untuk menghormati kesucian situs-situs tersebut dan mencegah gangguan.
Tak ingin terjadi hal yang tidak diinginkan, White Helmets meminta disediakan tim khusus untuk proses penggalian.
Sementara pengungkapan identitas harus dilakukan langsung oleh teknisi khusus dan laboratorium khusus.
“Penanganan kuburan massal memerlukan mandat peradilan, tim khusus, dan otorisasi hukum, selain kehadiran teknisi khusus dan laboratorium khusus untuk memastikan penanganan jenazah secara ilmiah dan akurat,” kata White Helmets dikutip dari Anadolu Anjansi.
White Helmets memperingatkan apabila terjadi penanganan kuburan massal yang tidak sesuai, maka dapat melanggar martabat korban dan memperdalam penderitaan keluarga korban.
Mereka juga meminta kepada pihak keluarga untuk bersabar dalam menanti proses ini.
Temuan Kuburan Massal di Dekat Damaskus
Baca juga: Setelah Penemuan Kuburan Massal, Lebih dari 20 Jasad Ditemukan di Sebuah Gudang di Damaskus
Kepala organisasi advokasi Suriah yang berbasis di AS, Mouaz Moustafa mengatakan bahwa mereka telah menemukan kuburan massal di luar Damaskus pada hari Senin (16/12/2024).
Berbicara lewat panggilan terlepon, Moustafa mengatakan bahwa kuburan massal di al Qutayfah ini berisi setidaknya 100.000 jenazah.
Kuburan massal yang berada di 25 mil dari utara ibu kota Suriah ini merupakan salah satu dari lima kuburan massal yang telah diidentifikasi selama bertahun-tahun.
"Seratus ribu adalah perkiraan paling konservatif dari jumlah jenazah yang dikubur di lokasi tersebut," kata Moustafa, dikutip dari The New Arab.
"Itu perkiraan yang sangat, sangat, sangat, hampir tidak adil dan konservatif," tambahnya.
Menurutnya, masih banyak kuburan massal lainnya yang belum diidentifikasi hingga saat ini.
Sementara itu, Moustafa menduga ratusan jenazah yang ditemukan ini merupakan korban dari rezim Bashar Al-Assad.
Diperkirakan, banyak warga Suriah yang terbunuh sejak 2011 di bawah pemerintahan Assad.
Di mana saat itu dimulainya perang saudara berskala penuh.
Menurut pemantau perang Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berpusat di Inggris, sekitar 60.000 orang telah terbunuh karena penyiksaan atau karena kondisi yang mengerikan di pusat-pusat penahanan al-Assad.
Bashar Al-Assad juga diduga telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan melakukan penyiksaan.
Namun Assad berulang kali membantah tuduhan tersebut.
Moustafa mengatakan banyak jenazah yang dibawa dari rumah sakit militer hingga dikumpulkan dan disiksa hingga meninggal.
Mayat-mayat tersebut juga dikabarkan dibawa ke lokasi oleh kantor pemakaman kota Damaskus yang personelnya membantu menurunkannya dari traktor-trailer berpendingin.
Ia mengatakan bahwa pernyataan ini bisa dipertanggungjawaban lantaran ia mendapatkan informasi valid dari orang-orang yang bekerja di kuburan massal tersebut.
"Kami dapat berbicara dengan orang-orang yang bekerja di kuburan massal tersebut, yang telah melarikan diri dari Suriah atau yang kami bantu melarikan diri," kata Moustafa.
Sebagai informasi, saat ini Assad telah digulingkan oleh kelompok pemberontak dalam serangan besar-besaran yang berpuncak pada perebutan ibu kota Damaskus pada Minggu (8/12/2024)
(Tribunnews.com/Farrah)
Artikel Lain Terkait Konflik di Suriah