TRIBUNNEWS.COM - Rabu (1/1), pihak berwenang New Orleans mengumumkan bahwa sebanyak 15 korban tewas dan beberapa orang luka-luka setelah sebuah truk pick-up menabrak kerumunan orang di Bourbon Street.
Warga diimbau menjauhi lokasi kejadian.
Menurut pernyataan FBI, tersangka diidentifikasi sebagai seorang veteran tentara AS berusia 42 tahun, dan sebuah bendera kelompok teroris "Islamic State" (ISIS) ditemukan di mobilnya.
Tersangka juga membawa alat peledak improvisasi (IED). FBI sedang menyelidiki insiden tersebut sebagai tindakan terorisme. Tersangka pun tewas dalam baku tembak dengan polisi.
FBI mengatakan bahwa mereka tidak yakin pelaku penyerangan New Orleans "sepenuhnya bertanggung jawab” atas serangan tersebut, dan mengindikasikan bahwa kaki tangannya mungkin masih buron. FBI meminta bantuan publik untuk melacak tersangka lainnya.
Biden mengatakan bahwa AS 'tidak akan mentolerir' serangan
Pada konferensi pers di Camp David, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyampaikan belasungkawa kepada para korban dan keluarga mereka.
"Kepada semua keluarga korban yang terbunuh, semua yang terluka, dan semua orang di New Orleans yang sedang berduka, saya ingin Anda tahu bahwa saya turut berduka bersama Anda," kata Biden.
Menurut Biden, sebelum serangan terjadi, tersangka telah memposting video di media sosial yang menunjukkan bahwa dia telah terinspirasi oleh organisasi ekstremis ISIS dan menyatakan "keinginan untuk membunuh.”
Biden mengatakan bahwa para pejabat sedang menyelidiki apakah ledakan Tesla Cybertruck di Las Vegas pada Rabu (1/1) malam juga terkait.
Tersangka menembaki polisi ketika mencoba melarikan diri
Kepala Polisi New Orleans Anne Kirkpatrick mengatakan bahwa tersangka menembak petugas polisi dengan senjata api dari kendaraannya.
"Dua petugas kami tertembak. Kondisi mereka stabil, dan kami akan memberikan kabar terbaru,” katanya.
Kirkpatrick juga mengatakan bahwa FBI mengambil alih penyelidikan "karena sifat dan indeks yang kami miliki di tempat kejadian.”
"Alat peledak improvisasi” juga ditemukan di tempat kejadian. FBI masih menyelidiki apakah alat tersebut "layak digunakan”.
Sementara itu, Presiden AS terpilih Donald Trump mengaitkan serangan di New Orleans dengan imigrasi ilegal.