Serangan Udara Israel Bunuh Anak-anak Israel di Gaza tapi Gunakan Tragedi Itu Demi Genosida Lagi
TRIBUNNEWS.COM- Israel berusaha mengekploitasi kematian anak-anak Israel yang tewas karena pemboman serangan udara Israel sendiri setahun yang lalu.
Ironis, Israel yang melakukan pemboman hingga menewaskan anak-anak tawanan Israel, justru menjadikan tragedi kematian mereka sebagai alat untuk menggagalkan gencatan senjata di Gaza.
Kematian anak-anak Bibas, Kfir dan Ariel, mereka terbunuh akibat pemboman Israel di Gaza lebih dari setahun lalu.
Tragedi kematian sandera itu dieksploitasi dalam upaya untuk menggagalkan perjanjian gencatan senjata saat ini, kata para pengamat.
Hamas dijadwalkan untuk mengembalikan jenazah mereka pada hari Kamis, tetapi ketika Israel dan sekutunya menyebarkan narasi palsu tentang kematian mereka.
Para pengamat memperingatkan bahwa tragedi ini dijadikan senjata untuk membenarkan dimulainya kembali genosida Israel di Gaza.
Mayoritas Komite Urusan Luar Negeri DPR AS memicu kontroversi dengan mengklaim tanpa bukti bahwa, “Hamas mengeksekusi seorang ibu dan kedua anaknya dengan kejam,” yang bertentangan dengan laporan yang menyatakan bahwa Shiri Bibas, 32 tahun, dan kedua putranya, Kfir dan Ariel, tewas dalam serangan udara Israel pada November 2023.
Yarden Bibas, yang dibebaskan Hamas bulan ini, sebelumnya menuduh pemerintah Benjamin Netanyahu lah yang bertanggung jawab atas kematian mereka.
Dalam pernyataannya pada November 2023, ia mengklaim bahwa perdana menteri Israel itu mengebom dan membunuh istri dan dua anaknya .
Dilaporkan juga bahwa ketika menceritakan kematian Keluarga Bibas, CBS terpaksa mengakui bahwa mereka dibunuh oleh serangan udara Israel membabi buta tentara Israel, kematian mereka bukan karena Hamas.
Para pengamat menunjukkan bahwa pemerintah Israel mengetahui kematian mereka selama 15 bulan tetapi memilih untuk tetap bersikap tidak pasti, mungkin untuk menggunakan tragedi tersebut guna membatalkan perjanjian gencatan senjata.
Hamas mengklaim bahwa sebelumnya mereka menawarkan untuk mengembalikan jenazah tersebut, dengan menyatakan:
"Pihak perlawanan menawarkan untuk menyerahkan ketiga jenazah tersebut, tetapi pemerintah pendudukan menolak untuk menerimanya dan masih bermanuver serta berunding."