TRIBUNNEWS.COM - Tim penyelamat mengeluarkan seorang pria hidup-hidup dari reruntuhan lima hari setelah gempa bumi dahsyat di Myanmar.
Gempa bumi dangkal berkekuatan 7,7 skala Richter pada Jumat (28/3/2025) menghancurkan bangunan-bangunan di seluruh Myanmar.
Gempa tersebut menewaskan lebih dari 2.700 orang dan membuat ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal.
Diberitakan Al Arabiya, harapan untuk menemukan lebih banyak korban selamat kini memudar.
Namun, pada Rabu (2/4/2025), ada momen kegembiraan ketika seorang pria ditarik hidup-hidup dari reruntuhan hotel di ibu kota Myanmar, Naypyidaw.
Pekerja hotel berusia 26 tahun itu dievakuasi oleh tim gabungan Myanmar-Turki tak lama setelah tengah malam, kata dinas pemadam kebakaran dan junta.
Ketika diselamatkan, ia terlihat bingung dan berdebu, tetapi masih sadar.
Pria itu ditarik melalui lubang di reruntuhan dan diletakkan di atas tandu, sebagaimana ditunjukkan dalam video yang diunggah di Facebook oleh Departemen Pemadam Kebakaran Myanmar.
Pemulihan Pascagempa
Beberapa kelompok bersenjata terkemuka yang memerangi militer telah menghentikan permusuhan selama pemulihan pascagempa, tetapi kepala junta Min Aung Hlaing berjanji untuk melanjutkan “kegiatan defensif” melawan “teroris.”
Badan-badan PBB, kelompok-kelompok hak asasi manusia, dan pemerintah asing telah mendesak semua pihak dalam perang saudara Myanmar untuk menghentikan pertempuran dan fokus membantu mereka yang terkena dampak gempa bumi, yang merupakan gempa terbesar yang melanda negara itu dalam beberapa dekade.
Baca juga: Palang Merah Indonesia Kirim Bantuan Kemanusiaan untuk Korban Gempa di Myanmar
Pada Selasa (1/4/2025), Min Aung Hlaing mengatakan jumlah korban tewas telah meningkat menjadi 2.719, dengan lebih dari 4.500 orang terluka dan 441 orang masih hilang.
Namun, karena komunikasi yang tidak merata dan infrastruktur yang menunda upaya pengumpulan informasi dan pengiriman bantuan, skala bencana yang sebenarnya belum jelas, dan jumlah korban kemungkinan akan bertambah.
Kelompok bantuan mengatakan bahwa respons telah terhambat oleh pertempuran yang terus berlanjut antara junta dan kelompok bersenjata kompleks yang menentang kekuasaannya, yang dimulai dengan kudeta tahun 2021.
Julie Bishop, utusan khusus PBB untuk Myanmar, mengimbau semua pihak untuk “memusatkan upaya mereka pada perlindungan warga sipil, termasuk pekerja bantuan, dan pengiriman bantuan yang menyelamatkan nyawa.”