TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi Korea Selatan secara resmi memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol pada Jumat (4/4/2025).
Putusan pemakzulan Yoon Suk Yeol dibacakan langsung oleh Penjabat Ketua MK, Moon Hyung-bae.
Delapan hakim MK dengan suara bulat mengesahkan pemakzulan yang sebelumnya telah disetujui Majelis Nasional pada Desember 2024.
Putusan ini langsung berlaku dan memaksa Korea Selatan mengadakan pemilihan presiden baru dalam waktu 60 hari.
Dilansir Yonhap dan AFP, Yoon Suk Yeol dimakzulkan karena dianggap melanggar Konstitusi dan hukum, setelah ia mengumumkan status darurat militer pada 3 Desember 2024.
Tak hanya itu, Yoon juga mengerahkan pasukan ke Majelis Nasional guna menghentikan penolakan terhadap kebijakannya waktu itu.
Ia juga memerintahkan penangkapan terhadap sejumlah politisi.
Mahkamah Konstitusi menyatakan tindakan Yoon sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip demokrasi dan supremasi hukum.
Keputusan tersebut dinilai sebagai bentuk "pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat."
“Mengingat dampak negatif yang serius dan konsekuensi luas dari pelanggaran konstitusional terdakwa, kami memberhentikan Presiden Yoon Suk Yeol dari jabatannya,” kata Moon Hyung-bae.
MK menilai Yoon menggunakan kekuatan militer untuk tujuan politik, merusak kenetralan angkatan bersenjata, dan menimbulkan ancaman serius terhadap stabilitas nasional.
Baca juga: Sembilan Langkah Kritis Korea Selatan Pasca-Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol: Waspadai Korea Utara
Buntut dari pemakzulan ini, Yoon kehilangan berbagai hak istimewa sebagai mantan presiden.
Ia tidak lagi berhak atas uang pensiun yang besarannya mencapai 95 persen dari gaji presiden.
Yoon pun tidak mendapat staf atau asisten resmi.